WahanaNews.co, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai transisi energi yang digembar-gemborkan Presiden Jokowi saat ini mengancam pasokan listrik sebagian besar wilayah Indonesia.
Ini diungkap Ketua BPK Isma Yatun ketika melaporkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2023 dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-10 Masa Persidangan II 2023-2024.
Baca Juga:
PLN Raih Green Business Ratings Terbaik di Sektor Energi dan Pertambangan dalam Green Economic Forum 2024
Ia mengatakan pemeriksaan dilakukan kepada Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dan stakeholder terkait lainnya.
BPK menemukan fakta bahwa pemerintah memang sudah menyusun peta jalan menuju Net Zero Emissions (NZE) pada 2060. Kendati, Isma menyebut masih ada masalah yang bisa mengganjal niat transisi energi tersebut.
"Antara lain, belum dilakukan sepenuhnya mitigasi risiko atas skenario transisi energi menuju NZE pada 2060 dan rendahnya kemajuan proyek Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang berpotensi terjadinya kekurangan pasokan pada sebagian besar sistem kelistrikan nasional," bebernya dalam Rapat Paripurna di Kompleks DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (5/12/23).
Baca Juga:
PLN Raih Green Business Ratings Terbaik di Sektor Energi dan Pertambangan dalam Green Economic Forum 2024
Lebih lanjut, dalam IHPS I 2023 dijelaskan 3 masalah utama transisi energi ala Jokowi tersebut.
Pertama, BPK menilai niat pemerintah mencapai bauran energi baru dan terbarukan (EBT) 23 persen bakal meningkatkan biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkitan sebesar 118,15 persen. Ini diklaim sangat berpengaruh terhadap besaran subsidi dan kompensasi yang harus ditanggung negara.
Di samping itu, ada masalah lain terkait mitigasi risiko atas dukungan pendanaan dan kebijakan pengembangan energi terbarukan tenaga surya.