WahanaNews.co | Di masa pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), ekonomi terbawa lesu. Alhasil, penarikan utang oleh pemerintah, korporasi, dan rumah tangga melonjak tinggi demi bertahan hidup.
Pada 2020, Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat utang seluruh dunia mencapai US$ 226 triliun. Dengan asumsi US$ 1 sama dengan Rp 14.343 seperti kurs tengah Bank Indonesia (BI) 17 Desember 2021, maka utang pemerintah itu mencapai Rp 3.241.518.000.000.000.000. Tiga juta triliun rupiah, entah bagaimana cara menyebutnya.
Baca Juga:
Peta Canggih Diluncurkan, Indonesia Bidik PDB Per Kapita US$12.000
Secara nominal, utang naik US$ 28 triliun (Rp 401.604 triliun) dibandingkan 2019. Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), nilai utang itu setara dengan 256%. Naik 28 poin persentase dibandingkan 2019, kenaikan tertinggi sejak Perang Dunia II.
Khusus utang pemerintah, rasio terhadap PDB ada di 99%. Ini adalah rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Maklum, pemerintah bekerja mati-matian untuk baik di aspek kesehatan maupun sosial-ekonomi selama masa pandemi. Saat ekonomi loyo, penerimaan pajak pun pasti seret. Tidak heran pemerintahan di berbagai negara terpaksa berutang untuk mengongkosi tambahan biaya kesehatan dan perlindungan sosial-ekonomi.
Baca Juga:
Defisit APBN 2025 Disepakati 2,29-2,82% PDB oleh Kemenkeu, PPN, BI, dan Banggar DPR
"Saat ini utang pemerintah berkontribusi hampir 40% dari total utang, porsi terbesar sejak pertengahan 1960-an. Sejak 2007, utang pemerintah terus bertambah karena kebutuhan penanganan krisis keuangan global dan pandemi virus corona," sebut laporan IMF.
Lebih dari kenaikan utang yang US$ 28 triliun tersebut disumbangkan oleh China dan negara-negara maju. Suku bunga rendah dan pasar keuangan yang dalam memudahkan negara-negara ini untuk mengakses pembiayaan.
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah aman?
Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah sebesar Rp 6.687,82 triliun per Oktober 2021. Jumlah ini turun ketimbang bulan sebelumnya yang sebesar Rp 6.711,52 triliun.
Sebelumnya, utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus bertambah selama empat bulan beruntun. Penurunan ini menjadi yang pertama sejak Mei 2021.