Nasril menegaskan pemerintah harus memikirkan gelombang PHK di beberapa industri.
Jangan sampai pemerintah baru bergerak ketika industri manufaktur yang berbahan bakar gas tersebut terpaksa melakukan PHK.
Baca Juga:
Pembahasan RUU P2APBN 2024 Berlanjut, Menkeu Apresiasi Seluruh Fraksi di Badan Anggaran DPR
Dalam rapat yang sama, Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Golkar Lamhot Sinaga menanyakan soal implementasi pelaksanaan Perpres Nomor 121 Tahun 2020 tersebut.
"Ada pemberlakuan terhadap industri-industri ini yang tidak sesuai Perpres 121/2020. Kenapa ada pemberlakuan yang sifatnya berbeda antara satu industri dengan industri lain, terhadap tujuh sektor industri yang sudah termasuk," kata Lamhot.
Lamhot tadinya berharap implementasi Perpres Nomor 121 Tahun 2020 bisa membuat tujuh sektor industri tersebut bisa tumbuh dan berkembang.
Baca Juga:
DPR RI Sebut Kenaikan Gaji PNS 2026 Bisa Picu Kecemburuan Sosial
Namun, ia memaparkan bahwa kapasitas produksi pupuk tak mengalami kenaikan dengan kehadiran aturan tersebut. Justru angka ekspor amoniak dari produsen pupuk yang naik.
Merespons hal tersebut, Arifin Tasrif menjelaskan pemerintah melihat unsur subsidi dalam perhitungan HGBT untuk beberapa industri. Harapannya industri-industri, selain Public Service Obligation (PSO), bisa berkembang dan produknya bisa bersaing di pasar domestik dan internasional.
"Realisasi paling banyak untuk PSO itu PLN dan pupuk yang memang menyerap gas paling besar, terutama di sektor kelistrikan. Pupuk ini juga industrinya menanggung misi subsidi, ini juga memberikan kompensasi balance terhadap pengeluaran pemerintah," ujar Arifin.