WahanaNews.co | Saat ini, memasarkan sebuah produk atau jasa, tak hanya tergantung dari apa yang dibawa dan ditawarkan pemasar, sehingga pembeli hanya dapat memutuskan untuk mengabaikan atau membeli dengan satu pilihan semata.
Pemasaran sebuah produk atau jasa, saat ini tak mungkin mengabaikan ragam pertimbangan yang konsumen miliki dalam perjalanan keputusannya, untuk membeli sebuah produk atau jasa dan menikmatinya setelahnya.
Baca Juga:
Mudahkan Pelanggan Bayar Listrik, PLN Mobile Jalin Kolaborasi dengan MotionPay
Alavi Ali, salah satu penulis buku Consumer Journey: Gelap Terang Pandemi di Mata Konsumen Kita mengatakan, bicara tentang pemasaran dan hubungannya dengan konsumen telah melewati beberapa era yakni production era, ketika konsumen tak punya pilihan lain selain barang yang diproduksi, selling era, ketika pihak pemasar gencar bersaing memasarkan produk dan penjualan sangat tergantung pada kepiawaian pemasar.
"Kemudian relationship era, ketika fokus marketing tidak hanya tercipta pada hubungan dengan konsumen, namun juga hubungan jangka panjang demi menciptakan ‘customer loyalty’, dan triple bottom line era, konsep pemasaran berkelanjutan yang mengukur nilai kesuksesan pemasaran menggunakan tiga kriteria, yaitu people (sosial), planet (lingkungan), dan profit (ekonomi)," katanya saat webinar Selebrasi Gagasan: Consumer Journey, yang diselenggarakan Prasetiya Mulya Publishing belum lama ini.
Di sinilah Alavi yang merupakan dan dosen bidang studi branding di Universitas Prasetiya Mulya mengungkap pentingnya consumer journey diperhatikan dan akan sangat mempengaruhi bagaimana sebuah produk atau layanan dapat dikonsumsi oleh pelanggan secara berkelanjutan.
Baca Juga:
Wamendag Roro Serahkan Penghargaan Perlindungan Konsumen 2024 kepada Para Kepala Daerah
Menurut Yudho Hartono, yang juga penulis dan dosen Branding Universitas Prasetiya Mulya berpendapat, pemilik jenama atau merek kini harus makin peka terhadap segala dimensi kebutuhan konsumen.
Fokus perhatian pemasar adalah bagaimana dapat menjadi menjadi pemecah masalah yang andal bagi mereka, dengan cara menyajikan produk dan atau jasa yang relevan dan kontekstual.
“Agar dapat memahami dan menawarkan solusi ideal atas berbagai kebutuhan konsumen, kita tidak bisa hanya memakai kacamata konvensional.
Kita perlu masuk ke dalam dunia konsumen untuk memahami kompleksitas liku kesehariannya. Dengan menggunakan konsep Consumer Journey, kita bisa memetakan apa saja yang dialami konsumen secara sistematis tajam, dan kontekstual”, tambahnya.
Made H Dewantara, dosen bidang Pariwisata di Prasetiya Mulya mengatakan, memetakan perjalanan konsumen, mengobservasi, kemudian mencatat apa yang penting dan bermakna bagi konsumen, kita akan makin terbiasa berpikir dari sudut pandang konsumen.
Hal ini sangat penting bagi pemilik merek karena relevansi akan terbentuk dan solusi yang dibuat akan sangat berkualitas.
Berpikir dari sudut pandang konsumen akan memperkuat kemampuan empati pemilik produk atau jasa, yang pada gilirannya dapat menjadi bahan baku untuk menciptakan tawaran yang tidak hanya menarik, tetapi juga bermakna bagi konsumen.
Jika hal ini terjadi, loyalitas konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan akan bertahan dalam jangka waktu yang panjang.
Yudho Hartono menjelaskan, peta umum perjalanan konsumen dialami ketika konsumen bersentuhan dengan produk atau jasa kita.
Tahapannya terdiri dari ketika konsumen berinteraksi dengan produk yang kita jual, mulai dari sadar, mempertimbangkan, mengambil keputusan pembelian, menikmati produk dan layanan, sampai dengan merekomendasikannya kepada orang lain.
Di tahap selanjutnya, pengalaman konsumen yang dilihat dalam dua dimensi, yaitu pengalaman positif dan pengalaman negatif.
Pengalaman positif terjadi ketika apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh konsumen terpenuhi dan pengalaman sesuai atau melebihi ekspektasinya.
Sementara itu, pengalaman negatif terjadi ketika kebutuhan dan harapan konsumen tidak terpenuhi dan pengalaman yang mereka rasakan di bawah ekspektasi mereka.
Peta perjalanan konsumen tersebut begitu penting bukan hanya untuk dimengerti seorang pemasar, tapi juga menjadi fundamental bagi praktisi bisnis, khususnya pemilik merek. [qnt]