WahanaNews.co | RI jadi salah satu negara yang melahirkan jumlah perusahaan rintisan alias start up. Namun demikian, munculnya fenomena start up ini tidak menjamin keberlangsungan dari perusahaan tersebut.
Pasalnya, tidak sedikit perusahaan rintisan itu yang akhirnya melakukan PHK massal karyawan, hingga pemberhentian operasional di tengah jalan. Ada berbagai alasan perusahaan rintisan itu akhirnya gulung tikar.
Baca Juga:
Ajak 15 Startup ke Singapura, Menkop UKM Sebut Startup Lokal Siap Go Global
Juru bicara Kementerian Kominfo, Dedy Permadi mengatakan startup di Indonesia mengalami kegagalan karena faktor manajerial. Misalnya kurang pengalaman dan visi jelas dari pendirinya.
Alasan lainnya adalah fokus yang kurang dalam menjalankan bisnis jadi penyebab gagalnya startup di Indonesia.
"Selain itu, menurut laporan dari CB Insights dua alasan utama startup mengalami kegagalan adalah karena kehabisan dana [ran out of cash] dan tidak adanya kebutuhan pasar [no market need]," ujar Dedy kepada CNBC Indonesia, dikutip Minggu (3/7/2022).
Baca Juga:
Inovasi Tanpa Batas: Kiprah Feby M Faisal di Dunia Startup
1. Airy Rooms
Airy Rooms resmi menghentikan operasionalnya pada 31 Mei 2020 silam. Pandemi membuat bisnis hotel aggregator berhenti beroperasi.
Menurut CEO Louis Alfonso Kodoatie, penghentian operasional Airy Rooms terjadi karena mempertimbangkan beberapa hal. Termasuk diantaranya terkait kondisi pasar yang hampir tumbang saat Covid-19 menghantam.
2. Stoqo
Startup ini berjalan dengan konsep business-to-business (B2B) dan memasok bahan makanan segar, seperti cabai, telur hingga ampas kopi ke gerai makanan atau restoran. Pada 22 April 2020, Stogo yang menjual sembako secara online ini menutup layanannya.
Pandemi menghantam keberlanjutan bisnis ini. "Dengan berat hati, kami mengumumkan bahwa STOQO telah berhenti beroperasi," tulis perusahaan dalam website-nya.
Stoqo dilaporkan memiliki 250 pegawai. Berbagai investor juga telah mendanai perusahaan termasuk Alpha JWC Ventures, Mitra Accel, Insignia Ventures Partners dan Monk's Hill Ventures.
3. Qlapa
Tak hanya alasan pandemi, ketidakmampuan dalam bersaing dengan kompetitor lain juga menjadi penyebab startup gulung tikar. Hal ini dialami oleh startup Qlapa. Didirikan tahun 2015, startup ini hanya mampu bertahan 4 tahun karena tidak dapat bersaing dengan e-commerce lain, seperti Tokopedia dan Bukalapak.
"Hampir 4 tahun yang lalu, kami memulai Qlapa dengan misi memberdayakan perajin lokal. Banyak pasang surut yang kami alami dalam perjalanan yang luar biasa ini. Kami sangat berterima kasih atas semua tanggapan positif dari para penjual, pelanggan, dan media. Dukungan yang kami terima sangat luar biasa dan membesarkan hati," tulis manajemen Qlapa merilis pernyataan di situs resminya.
4. Sorabel
Sorabel menutup perusahaannya pada 30 Juli 2020. Dikabarkan alasan dibalik penutupan itu karena kehabisan modal dan kesulitan menggalang pendanaan baru saat pandemi.
"Oleh karena proses likuidasi yang ditempuh, hubungan kerja harus berakhir di tahap ini untuk semua orang tanpa terkecuali, tepatnya efektif di tanggal 30 Juli 2020. Saya yakin tidak ada satunya pun orang yang berharap hal ini untuk terjadi," tulis para pemimpin pada karyawan Sorabel.
Seperti diketahui hal serupa bahkan tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Di luar negeri banyak juga perusahaan-perusahaan rintisan yang terpaksa harus gulung tikar karena berbagai alasan.
Kondisi ini sangat kontras dengan yang terjadi saat 2021 lalu, di mana banyak banyak investor yang berbondong-bondong untuk membanjiri perusahaan-perusahaan startup ini dengan dana segar. [qnt]