WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah mulai membuka ruang dialog untuk mencari format terbaik dalam mengatur ekosistem transportasi online di Indonesia.
Fokus utama ada pada keadilan dan keberlanjutan, terutama bagi jutaan mitra ojek online (ojol) dan pelaku UMKM yang hidupnya bergantung pada layanan ini.
Baca Juga:
Bersama Kementerian Ketenagakerjaan, Maxim Salurkan Bonus Hari Raya untuk Mitra Pengemudi
Untuk itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema Transportasi Online yang Adil dan Berkelanjutan pada Kamis (24/7/2025).
Dirjen Perhubungan Darat, Aan Suhanan, yang membuka diskusi ini menekankan bahwa forum ini bukanlah tempat pengambilan keputusan final, melainkan ajang menjaring masukan dari seluruh pemangku kepentingan.
“Forum ini bukanlah forum untuk memutuskan tetapi untuk berdiskusi,” ujar Aan, Jumat (25/7/2025).
Baca Juga:
Analisis Maxim: Bagaimana Pengguna Menghabiskan Biaya Transportasi Online dalam Sebulan
Diskusi menghadirkan beragam pihak, mulai dari akademisi, praktisi transportasi, perwakilan perusahaan aplikasi, komunitas mitra ojol, hingga konsumen.
Salah satu isu utama yang dibahas adalah perlunya payung hukum yang jelas soal status kemitraan antara pengemudi dan aplikator.
Reymon Dwi Kusnadi, salah satu perwakilan driver ojol, menekankan pentingnya perjanjian kemitraan yang legal, sehingga para pengemudi bisa bekerja secara layak dan terlindungi secara hukum.
Analis kebijakan transportasi, Azas Tigor Nainggolan, menambahkan bahwa keadilan dalam transportasi online tidak mungkin tercapai tanpa adanya regulasi komprehensif.
Menurutnya, perlu ada aturan soal legalitas sepeda motor sebagai transportasi umum, struktur bisnis transportasi daring, serta peran pengemudi dan aplikator.
Kemenhub juga memaparkan laporan analisis dampak kenaikan tarif terhadap ekosistem transportasi online. Namun pihak aplikator menilai bahwa skema tarif dan komisi yang berlaku saat ini sudah cukup ideal.
Mereka mengklaim bahwa potongan komisi digunakan untuk mendanai teknologi, operasional, dan berbagai program kesejahteraan driver.
Perwakilan Komunitas Kaliber, Roy Adjab, mengungkap bahwa mayoritas mitra driver aktif justru menyetujui skema bagi hasil 80:20, sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 1001 Tahun 2022.
“Mayoritas mitra yang on bid pilih 20%. Yang aksi [tolak] ditotal semua tidak sampai 2%,” ungkap Roy.
Ia juga menjelaskan bahwa potongan 20% itu sudah termasuk berbagai bentuk insentif tidak langsung seperti voucher makan, servis motor, hingga pulsa.
Roy justru menilai bahwa potongan yang lebih kecil tidak serta-merta membuat driver lebih sejahtera.
“Fakta di lapangan membuktikan bahwa potongan kecil itu tidak menjamin driver sejahtera,” tegasnya.
FGD sempat diwarnai kegaduhan karena ada pihak yang merasa tidak diundang, khususnya dari komunitas roda empat (R4).
Padahal, forum hari itu dikhususkan bagi pengemudi roda dua (R2), yang memiliki regulasi berbeda.
Kegiatan ini dimoderatori oleh dosen dan pengamat kebijakan publik Yayat Supriyatna, serta menghadirkan pakar-pakar transportasi seperti Piter Abdullah, Okto Risdianto Manullang, Tulus Abadi, Ki Darmaningtyas, Wijayanto Samirin, dan Azas Tigor Nainggolan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]