WahanaNews.co, Jakarta – Kebijakan Pemerintah sering tidak cermat atau gegabah dalam menerapkan kebijakan publik.
Disebutkan Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, tak konsistennya pemerintah dapat dilihat, misalkan dalam kebijakan komoditas minyak goreng, sawit, batubara, nikel, tembaga, timah, emas, dan lain-lain.
Baca Juga:
Anggota Komisi VII DPR Minta Pemerintah Bentuk Kembali BATAN
Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, Indonesia sebagai negara luas, yang punya potensi sumber daya alam yang luar biasa besar, maka membutuhkan kebijakan tata-kelola negara yang cermat ‘evidence based policy’ yang memperhitungkan aspirasi masyarakat dalam berbagai kebijakan publik.
"Ibarat sebuah kendaraan, Indonesia itu adalah truk gandeng, bukan seukuran bajaj. Misalkan, jika truk gandeng hendak membelok, maka dari kaca spion harus dilihat dengan cermat ujung gerbong gandengannya, sehingga tidak membentur kendaraan lain atau bangunan di sekitar. Beda dengan bajaj, dapat belok kapan saja dan dimana saja,” kias Mulyanto, Jumat (21/4/2023).
Mulyanto mengulas, supaya Indonesia dikelola secara good governance bukan secara sporadis atau tabrak sana-tabrak sini.
Baca Juga:
Kurangi Beban Subsidi, PLN Harus Efisiensi Operasional
Mulyanto mengungkap kasus yang terbaru berkaitan dengan permintaan Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) perihal tagihan utang pembayaran selisih harga minyak goreng dalam program satu harga tahun 2022 yang lalu sekira Rp344 miliar.
Mulyanto, minta pemerintah merespon permintaan Aprindo tersebut sesuai regulasi.
“Pemerintah harus menyikapi permintaan Aprindo tersebut sesuai ketentuan yang ada. Pemerintah harus bertanggung jawab atas konsekuensi kebijakan yang dibuatnya. Apa yang disampaikan oleh Aprindo itu merupakan masalah yang serius. Mereka sudah berperan turut membantu mensukseskan program satu harga penjualan migor yang diluncurkan pemerintah tahun 2022. Jadi sebisa mungkin pemerintah menyikapi masalah itu secara konsekuen," ungkapnya.