Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani menyebut fenomena ini bukan lagi sekadar peristiwa musiman, melainkan telah menjadi gejala serius yang memerlukan perhatian menyeluruh.
"Ini memang sudah dirasakan juga dari survei yang dibuat oleh Apindo. Jadi kita sama-sama sepakat bahwa ini bukan hanya sekadar PHK biasa, tapi ini memang PHK sedang benar-benar berjalan dan masih terus bergulir," ujar Shinta dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Baca Juga:
Wamenkeu Thomas: Baca Risiko Global dengan Kacamata Stabilitas Nasional
Merujuk data BPJS Ketenagakerjaan, Shinta mengatakan, tercatat sebanyak 150 ribu pekerja telah terkena PHK selama Januari hingga Juni 2025. Dari jumlah tersebut, lebih dari 100 ribu orang sudah mengajukan klaim manfaat jaminan.
Angka ini, katanya, belum termasuk catatan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang menggunakan basis data tersendiri.
Tapi, beralihnya tenaga kerja formal menjadi informal seperti gig worker menjadi perhatian sendiri oleh Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang juga merupakan Guru Besar FEB Unpad Arief Anshory Yusuf.
Baca Juga:
Mendag Ajak UMKM Bali Manfaatkan Program UMKM BISA Ekspor untuk Genjot Daya Saing Produk Unggulan
Ia menganggap perekonomian yang hanya ditopang oleh pekerja informal atau gig worker sulit untuk mencapai keberlanjutan atau ekonomi yang sehat dalam jangka panjang karena tidak didukung oleh upah yang bisa mendukung daya beli lebih kuat.
"Jadi bisa saja dia sebenarnya bekerja, cuma karena pekerjaannya tidak layak, ya tidak mampu juga, daya belinya berkurang, dan itu terjadi," ucap Arief dalam program Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia, dikutip Senin (14/7/2025).
Arief mengatakan beberapa dekade terakhir tren ketenagakerjaan di Indonesia mulai beralih dari sektor produktif yang memberi upah layak seperti di industri manufaktur, menjadi semakin banyak yang ke sektor perdagangan, efek deindustrialisasi dini. Diperburuk dengan kembali naiknya pekerja yang masuk ke sektor pertanian.