Sementara itu, untuk perusahaan yang memiliki spesifikasi sesuai kebutuhan serta berkontrak dengan PLN, namun tidak memenuhi kontrak akan dikenakan penalti. Kendati demikian, selisih antara kompensasi dan penalti ini dinilai cukup lebar.
Sapto mengungkapkan, saat ini pemenuhan batubara untuk pembangkit PLN cukup tertolong dengan skema penugasan yang dilakukan oleh Ditjen Minerba Kementerian ESDM.
Baca Juga:
Soal Eks Bupati Batubara Urus SKCK Meski Sudah DPO, Polres Buka Suara
Lewat skema ini, Kementerian ESDM menunjuk pelaku usaha tertentu untuk memenuhi batubara bagi PLN.
"Namun tentunya hal ini bersifat sementara, tidak bisa secara terus-menerus atau permanen," ungkap Sapto.
Sapto pun berharap pemerintah segera merealisasikan pembentukan BLU Batubara. Kehadiran BLU Batubara dinilai bisa menjadi solusi atas disparitas harga internasional dan harga DMO yang timbul saat ini.
Baca Juga:
Kasus Suap Seleksi PPPK, Eks Bupati Batubara Zahir Jadi Tersangka
Sapto pun memastikan, dalam skema BLU Batubara ini, PLN tetap akan membayar dengan harga US$ 70 per ton. Nantinya, selisih harga akan ditanggung secara gotong-royong oleh para penambang dan langsung dibayarkan BLU kepada para penambang.
Sapto melanjutkan, kebutuhan batubara untuk kelistrikan nasional di tahun 2022 mencapai 130 juta ton. Kebutuhan ini pun akan terus meningkat hingga 155 juta ton di 2030 mendatang.
Menurutnya, untuk tahun 2022 ini kebutuhan PLN meningkat dari besaran yang ditetapkan dalam RKAP tahun 2022. Dari total kebutuhan yang semula 66,4 juta ton untuk tahun ini, kebutuhan batubara diprediksi melonjak hingga 84,7 juta ton.