WahanaNews.co | Pemerintah secara resmi menaikkan harga BBM. Kenaikan harga ini tak hanya terjadi untuk BBM bersubsidi yaitu Pertalite dan solar, tetapi juga harga BBM nonsubsidi yaitu Pertamax.
Sejak 3 September 2022, harga BBM Pertalite naik dari Rp 7.600 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Kemudian harga Solar subsidi naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter. Harga BBM Pertamax naik dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.
Baca Juga:
680 Liter Pertalite Diamankan, Sat Reskrim Polres Subulussalam Tangkap Seorang Pria Diduga Lakukan Penyalahgunaan BBM
Meski terjadi kenaikan, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyebut, harga BBM subsidi di Indonesia masih cukup murah dibandingkan negara tetangga di ASEAN lainnya.
"Kalau kita bandingkan dengan negara-negara di ASEAN misalnya, Malaysia, memang masih lebih murah, karena mereka memberikan subsidi yang besar juga. Tapi kalau kita bandingkan dengan (negara) tetangga kita lainnya yaitu Vietnam, harga BBM di sana paling murah Rp 14.000, dan di Thailand juga mulai Rp 15.000," kata Mamit, Senin (5/9/2022).
"Jadi sebenarnya kita masih jauh lebih murah dengan harga saat ini meskipun sudah di angka Rp 10 ribu. Karena ada subsidi yang ditanggung pemerintah," lanjutnya.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Tindak Tegas SPBU Nakal
Kenaikan harga BBM subsidi memang sudah harus dilakukan. Hal itu dikarenakan BBM subsidi tidak tepat sasaran, di mana 80 persen penggunanya adalah masyarakat mampu.
"Sedangkan kalau kita mengacu pada UUD energi, disampaikan bahwa BBM subsidi itu seharusnya diakses masyarakat miskin atau kurang mampu, dengan demikian karena tidak tepat sasaran, maka harus dilakukan perubahan atau penyesuaian," jelas Mamit.
"Kedua, subsidi dan beban kompensasi yang ditanggung Pemerintah saat ini jumlahnya juga sangat besar sekali. Subsidi dan kompensasi energi tahun ini bisa mencapai di angka Rp 502,4 triliun di mana itu sudah memberatkan keuangan negara. Menurut saya, dengan jumlah yang begitu besar, jumlah ini menjadi mubazir," tambahnya.
Menurut Mamit, karena subsidi yang tak tepat sasaran, Pemerintah kedepannya bisa menggunakan dana bantuan untuk hal produktif lainnya, misalnya peningkatan sumber daya manusia, infrastruktur, atau kepada masyarakat yang terdampak penyesuaian harga, juga bisa untuk pembangunan sekolah, rumah sakit, hingga nelayan dan petani.
"Saya kira sejauh ini, pemberlakukan harga BBM kita sudah cukup bagus. Hanya pola subsidinya yang perlu diubah, dari berbasis barang menjadi berbasis orang," ujarnya. [rin]