WahanaNews.co | Harga minyak naik di perdagangan Asia pada Jumat sore, di tengah prospek kenaikan suku bunga AS yang kurang agresif, meskipun kekhawatiran tentang pemulihan permintaan membatasi kenaikan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September naik 94 sen atau 1,0 persen, menjadi 100,04 dolar AS per barel pada pukul 06.30 GMT.
Baca Juga:
Dunia Dilanda Krisis Energi, 700 Juta Orang Tidak Menikmati Listrik
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 63 sen atau 0,7 persen, menjadi diperdagangkan di 96,41 dolar AS per barel.
"Minyak diperdagangkan sangat mengikuti kebijakan Federal Reserve dan implikasinya terhadap kehancuran permintaan dan dolar AS," kata Stephen Innes, Managing Partner di SPI Asset Management.
"Dengan pasar jatuh kembali ke kenaikan basis kasus 75 (basis poin) minggu depan versus 100 (basis poin) kemarin, harga minyak dan pasar yang lebih luas memiliki sedikit lebih banyak ruang untuk bernafas hari ini," kata Innes.
Baca Juga:
Gegara Ini, Amerika Serius Segera Menghukum Arab Saudi
Pembuat kebijakan The Fed yang paling hawkish mengatakan pada Kamis (14/7/2022) bahwa mereka lebih menyukai kenaikan suku bunga 75 basis poin pada pertemuan kebijakan bank sentral AS bulan ini, bukan kenaikan suku bunga yang lebih besar yang telah diperebutkan oleh para pedagang setelah sebuah laporan pada Rabu (13/7/2022) menunjukkan inflasi semakin cepat.
Ketidakpastian kenaikan suku bunga dan data ekonomi yang lemah mendorong kedua kontrak minyak ke posisi terendah pada Kamis (14/7/2022) yang berada di bawah penutupan pada 23 Februari, sehari sebelum Rusia menginvasi Ukraina dalam apa yang disebut Moskow "operasi militer khusus".
Namun, baik Brent maupun WTI telah memulihkan hampir semua kerugian pada akhir sesi perdagangan. Tetapi, kekhawatiran tentang prospek permintaan terus membatasi harga minyak.
"Sentimen belum terbantu oleh wabah COVID-19 baru di China, yang mengancam akan menghentikan pemulihan permintaan. Harga yang tinggi juga tampaknya telah menumpulkan permintaan bensin di AS," kata analis ANZ Research.
Throughput kilang China pada Juni menyusut hampir 10 persen dari tahun sebelumnya, dengan produksi untuk semester pertama tahun ini turun 6,0 persen dalam penurunan tahunan pertama untuk periode setidaknya sejak 2011, data menunjukkan pada Jumat.
Sementara itu, Presiden Amerika Joe Biden pada Jumat akan terbang ke Arab Saudi, untuk menghadiri pertemuan puncak sekutu Teluk dan meminta mereka untuk memompa lebih banyak minyak.
Namun, kapasitas cadangan di anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) hampir habis, dengan sebagian besar produsen memompa pada kapasitas maksimum, dan tidak jelas berapa banyak tambahan yang dapat dibawa Arab Saudi ke pasar dengan cepat.[zbr]