Terkait gejolak internal di XL Axiata, seperti pengunduran diri pemimpin perusahaan dan aksi cuti massal oleh Serikat Pekerja XL (SPXL) karena kurangnya transparansi dalam rencana merger, Nezar menegaskan bahwa masalah tersebut berada di ranah internal perusahaan.
"Itu persoalan lingkungan perusahaan, jadi bukan kewenangan Komdigi," katanya.
Baca Juga:
XL Axiata Mulai Bangun Infrastruktur Jaringan Internet Cepat di IKN Nusantara
Sebelumnya diberitakan bahwa pemegang saham Smartfren dan XL Axiata, yakni PT Wahana Inti Nusantara, PT Global Nusa Data, PT Bali Media Telekomunikasi (Sinar Mas), dan Axiata Group Berhad, telah menyepakati langkah awal menuju merger.
Kedua pihak menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang bersifat tidak mengikat pada Rabu (15/5/2014).
Proses penjajakan ini diperkirakan akan mencapai kesimpulan pada akhir tahun 2024. Jika merger ini terwujud, jumlah operator seluler di Indonesia akan berkurang menjadi tiga perusahaan saja.
Baca Juga:
Tingkatkan Kecepatan dan Jangkauan Produk, PLN Icon Plus Jalin Kerja Sama dengan XL Axiata
Kabar terakhir dari proses ini adalah Rabu, 24 Oktober 2024 yang lalu. Saat itu, Presiden Direktur & CEO XL Axiata, Dian Siswarini di Sleman, DI Yogyakarta mengatakan proses due diligence untuk rencana merger XL Axiata-Smartfren akan berakhir.
Proses merger diharapkan bisa rampung di akhir 2024 asalkan Komdigi dan OJK merespons cepat. Kedua pihak ingin merger bisa segera terlaksana. Bola nanti selanjutnya di tangan pemerintah.
"Bahwa memang target penyelesaiannya akhir tahun ini ya. Tapi kembali lagi bahwa closing dari merger ini sangat ditentukan oleh approval dari 2 institusi yang paling mempengaruhi dari Kementerian Komdigi dan dari OJK," kata Dian. Namun sebelum merger XL Axiata dan Smartfren terjadi, Dian Siswarini mundur.