"Ini riset kita lakukan bagaimana kita tidak tergantung lithium-nya atau kobalt ataupun dari graphite-nya," kata dia.
Membidik Tambang Luar Negeri
Baca Juga:
Imbas Hilirisasi, Bahlil Sebut 54 Persen Warga Morowali Kena Asma
Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID Dany Amrul Ichdan menjelaskan komponen bahan baku baterai kendaraan listrik 80% terdiri dari bijih nikel. Namun demikian, 20% bahan baku untuk pembuatan baterai masih bergantung pada negara lain, seperti China, Chile, dan Australia.
Oleh sebab itu, diperlukan peta jalan kemandirian dalam industri baterai terintegrasi. Sehingga ketergantungan terhadap barang impor bisa dikurangi meskipun jumlahnya hanya 20%.
"Apakah kita melakukan aksi korporasi untuk mengambil tambang lithium di luar negeri ataukah seperti apa, IBC sedang membuat peta jalan, paling tidak ketergantungan impor ini dikurangi," kata dia.
Baca Juga:
Dukung Hilirisasi, PLN Siapkan Listrik Andal Untuk Smelter Freeport yang Baru Diresmikan Presiden Jokowi
Ia merinci bahan baku seperti lithium yang selama ini diimpor misalnya, kebutuhannya mencapai 70 ribu ton per tahun. Sedangkan kebutuhan bahan baku baterai berupa graphite mencapai 44 ribu ton per tahun.
Sementara, bahan baku seperti mangan sulfat dan kobalt, kebutuhan masing-masing mencapai 12 ribu ton per tahun. "Dan ini masih impor. Jadi 20% selain nikel kita masih impor," tutup Dany. [tum]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.