Oleh sebab itu, langkah keempat, yaitu penyelarasan, memegang peran penting. Untuk membangun kepercayaan pasar, Indonesia harus mencocokkan ekspektasi dan rencana yang disusun dengan permintaan investor.
Hal ini akan membuka peluang bagi investor untuk mengurangi risiko investasinya. Penggunaan dana transisi dengan bijak juga perlu menjadi prioritas utama.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Sebagai informasi, IEEFA merilis laporan yang bertajuk “Navigating the Many Faces of Indonesia's Energy Transition Schemes” merinci lima skema pendanaan transisi energi Indonesia.
Selain itu laporan ini juga memuat sejumlah poin yang harus dipantau pemerintah. Beberapa di antaranya yakni struktur tata kelola yang baik guna mengantisipasi risiko politik dan implementasi di luar prediksi, proses seleksi pensiun dini PLTU dan pengadaan energi terbarukan yang inklusif dan transparan, rincian terkait struktur pinjaman dan modalitas, serta pelaksanaan kredit emisi.
“Mempertimbangkan bahwa penghasilan kredit karbon diharapkan memberikan kontribusi signifikan pada ETMCP, dan tujuan akhir dari seluruh skema adalah pengurangan emisi, pelaksanaan dan pendekatan yang diambil terkait penghitungan karbon menjadi sangat penting untuk diperhatikan,” kata Elrika.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Elrika menambahkan, rencana transisi energi berarti menghentikan sumber-sumber bahan bakar fosil dan berinvestasi di pembangkit energi terbarukan, penyimpanan energi, dan sistem distribusi dengan anggaran minimal dan jangka waktu singkat.
Dia menegaskan, transisi energi Indonesia berarti membebaskan kapasitas jaringan dan modal untuk beralih ke teknologi baru dan merekayasa kembali sistem kelistrikan pada jangka panjang. [rna]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.