WahanaNews.co | Sejumlah hal jadi pemicu melambungnya harga pupuk nonsubsidi yang diperkirakan terjadi sepanjang tahun 2022. Para petani terus mengeluhkan kenaikan harga pupuk nonsubsidi yang memberatkan bagi mereka.
Menurut data World Bank-Commodity Market Review per 4 Januari 2022, Pupuk Urea dan Diamonium Fosfat (DAP) mengalami kenaikan yang signifikan. Harga DAP mengalami kenaikan sebesar 76,95 persen, sedangkan harga pupuk urea naik hingga sebesar 235,85 persen.
Baca Juga:
Mendagri Apresiasi Perjuangan Mentan Amran Tambah Alokasi Pupuk
Lantas, apa penyebab mahalnya harga pupuk nonsubsidi tersebut? Dilansir dari berbagai sumber, IDXChannel merangkum beberapa penyebabnya sebagai berikut.
Tiga Penyebab Mahalnya Harga Pupuk Nonsubsidi
1. Pembatasan Ekspor Bahan Baku yang Dilakukan Rusia dan China
Baca Juga:
Masuk Daftar 500 Perusahaan Terbaik, Pupuk Indonesia Berjaya di Kancah ASEAN
SVP Corporate Communication PT Pupuk Indonesia (Persero), Wijaya Laksana menyebutkan bahwa sebagian besar penyebab mahalnya harga pupuk nonsubsidi ini juga diakibatkan oleh peristiwa internasional yang terjadi sejak pertengahan 2021. Kebijakan perdagangan di sejumlah negara produsen utama pupuk menjadi salah satu penyebab berkurangnya pasokan pupuk global yang mengakibatkan harga pupuk meningkat drastis.
Dua negara paling memiliki peran adalah Rusia dan China. Sebagaimana diketahui, China mengumumkan kebijakan pembatasan ekspor pupuk hingga Juni 2022. Hal ini dilakukan negara Tirai Bambu ini untuk mengamankan ketersediaan pupuk domestik mereka.
2. Rusia dan China Memegang Pangsa Pasar P dan K
Rusia dan China adalah dua negara pengekspor dua jenis bahan baku pupuk NPK, yakni Fosfor (P) dan Kalium (K) terbesar. Hal ini tentu membuat pupuk jenis ini mengalami kelangkaan akibat kebijakan penghentian ekspor dua jenis pupuk tersebut. Jenis pupuk ini memang tidak mungkin diproduksi di Indonesia. Meski Indonesia bisa menghasilkan Nitrogen terbaik dan Urea yang cukup besar di dunia. Namun, tanpa Fosfor dan Kalium dari Rusia dan China, sulit bagi Indonesia untuk membuat NPK sendiri.
3. Kenaikan Harga Komoditas Dunia
Selain pembatasan ekspor yang dilakukan Rusia dan China, meroketnya harga pupuk juga diperparah melalui kenaikan harga komoditas dunia yang menjadi bahan baku pembuatan pupuk. Menurut Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Isy Karim, melonjaknya harga berbagai komoditas dunia seperti amonia, phosphate rock, KCL, gas dan minyak bumi karena pandemi, krisis energi di Eropa serta adanya kebijakan beberapa negara yang menghentikan ekspornya, menjadi salah satu penyebab meroketnya harga pupuk nonsubsidi di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Ali Jamil menuturkan bahwa kenaikan harga gas alam turut mempengaruhi harga pupuk Urea dan ZA di tingkat petani.
Stok Pupuk Aman Hingga Setelah Lebaran
Meskipun harga bahan baku pupuk naik berkali lipat, namun pemerintah menetapkan harga pupuk subsidi tetap. Akan tetapi, untuk pupuk nonsubsidi akan dilakukan penyesuaian harga. Selama harga pupuk di tingkat internasional masih tinggi, maka harga pupuk non subsidi di dalam negeri juga mengikuti karena pupuk nonsubsidi sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar.
Adapun stok pupuk subsidi per 10 April 2022 ada sebanyak 828.393 ton. Stok ini diperkirakan cukup untuk persediaan hingga satu bulan yakni setelah Lebaran.
Stok pupuk subsidi tersebut mencakup pupuk Urea sebanyak 394.444 ton, pupuk NPK sebanyak 224.116 ton, pupuk SP-36 sebanyak 44.284 ton, pupuk ZA sebanyak 94.483 ton, dan pupuk organik sebanyak 71.066 ton.
Itulah beberapa penyebab mahalnya harga pupuk nonsubsidi yang diperkirakan akan terjadi sepanjang tahun 2022.
Kenaikan harga pupuk ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat petani.
Melonjaknya harga bahan baku di tingkat global menjadi salah satu penyebab utama dari kenaikan harga pupuk di Indonesia tahun ini. [qnt]