WAHANANEWS.CO, Jakarta - Investor senior Indonesia, Lo Kheng Hong, kembali membagikan pandangannya mengenai cara mengelola keuangan yang sering disalahpahami masyarakat.
Menurut pria yang dikenal sebagai “Warren Buffett Indonesia” ini, ada kebiasaan yang dianggap aman oleh banyak orang, namun justru bisa membuat seseorang semakin miskin.
Baca Juga:
Imigrasi Pastikan Satu Investor Asing di Bali Bukan WNA Israel Tapi Jerman
Dalam pernyataannya, Lo menilai menabung atau menyimpan uang di bank bukanlah strategi yang mampu menciptakan kekayaan.
Ia menekankan bahwa nilai uang yang disimpan justru akan terus tergerus inflasi.
"Menyimpan uang di bank sebetulnya membuat kita miskin secara pelan-pelan karena nilai uang kita semakin hari semakin turun," kata Lo Kheng Hong, dikutip Selasa (19/08/2025).
Baca Juga:
Prabowo Tawarkan Proyek Giant Sea Wall Rp1.300 Triliun ke Swasta, Siapa Berani Ambil?
Tidak hanya menabung, Lo juga menilai instrumen obligasi atau surat utang kurang menarik karena bunga yang dihasilkan relatif kecil.
Bahkan, ia menegaskan tidak memilih emas sebagai aset simpanan.
"Saya juga tidak membeli emas," ujar Lo Kheng Hong.
Pilihan utama Lo Kheng Hong hanya pada saham.
Dari instrumen inilah dirinya berhasil mengumpulkan kekayaan ratusan miliar rupiah.
Ia pernah mencatat keuntungan besar saat membeli saham PT United Tractors Tbk (UNTR), yang menjadi titik awal kesuksesannya sebagai investor pasar modal.
Menurut Lo, alasannya sederhana: bursa saham Indonesia memiliki potensi keuntungan jangka panjang yang lebih tinggi dibandingkan bursa utama dunia lainnya.
"Bursa saham Indonesia menawarkan imbal hasil tertinggi di antara bursa saham utama di dunia bagi investor jangka panjang. Sudah terbukti! Saya bersyukur saya ada di dalamnya," kata Lo Kheng Hong.
Namun, ia menyayangkan mayoritas masyarakat Indonesia belum percaya pada potensi pasar saham.
Lo menyebut sekitar 99% masyarakat lebih memilih menempatkan dana di bank atau membeli properti daripada berinvestasi di saham.
Kesuksesan Lo tidak datang begitu saja. Ia dikenal sangat teliti dalam menganalisis laporan keuangan perusahaan sebelum memutuskan membeli saham.
Contohnya pada tahun 1998, ketika ia membeli saham UNTR saat kondisi perusahaan sedang tertekan.
Meski laba bersih minus Rp1 triliun akibat pelemahan kurs, Lo melihat pendapatan UNTR masih kuat di kisaran Rp2 triliun–Rp4 triliun dengan laba operasional sekitar Rp1 triliun.
Keputusan inilah yang menjadi tonggak awal perjalanan suksesnya di dunia investasi saham, yang kemudian berulang pada saham-saham lain.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]