WahanaNews.co | Pengadaan barang dan jasa pemerintah sedang dibanjiri produk impor.
Hal tersebut membuat Presiden Joko Widodo geram.
Baca Juga:
Pria di Blitar Bacok Mantan Istri Gegara Rebutan Motor
Ia jengkel karena anggaran belanja pemerintah sampai ratusan triliun namun banyak dibelikan barang-barang impor.
Di balik banjir barang impor yang bikin jengkel Jokowi, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira ada ulah pemburu rente impor.
Hal ini menjadi salah satu biang kerok pengadaan barang dan jasa menggunakan barang impor daripada produk lokal.
Baca Juga:
KKB Papua Berulah Lagi, Mantan Kapolsek Mulia Tewas Ditembak
Bhima mengatakan pemburu rente bekerja di tahap seleksi pengadaan barang dan jasa.
Mereka melakukan kongkalikong agar barang lokal kalah dalam proses seleksi.
Menurutnya, hal ini bisa terjadi karena aturan soal penyerapan produk lokal dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah kurang tegas implementasinya.
"Sejauh ini karena aturan belum tegas implementasinya, muncullah pemburu rente di bidang pengadaan barang jasa. Pemburu rente ini kongkalikong dengan importir agar barang lokal kalah dalam proses seleksi," jelas Bhima, Minggu (27/3/2022).
Dia juga menyatakan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagai lahan basah korupsi.
Buktinya, sepanjang 2021, KPK sudah mengusut 30 kasus korupsi dalam pengadaan barang dan jasa.
Di level pemerintah daerah korupsi pengadaan barang juga menempati posisi tertinggi.
Menurutnya, perlu ada perbaikan tata kelola pengadaan barang dan jasa.
Termasuk, memperjelas dan mempertegas persentase kewajiban produk lokal pada barang-barang yang dibeli lembaga pemerintah.
"Ladang di pengadaan barang paling basah, jadi perlu perbaikan tata kelola sehingga pengadaan lebih transparan. Selain itu juga, persentase produk lokalnya harus lebih jelas dan aturan benar-benar ditegakkan," ujae Bhima.
Bhima pun mendukung bila presiden mau membuka nama-nama menterinya yang gagal meningkatkan porsi produk lokal dalam pengadaan barang dan jasa. Khusus BUMN, dia meminta agar PMN-nya dikurangi saja.
"Khusus untuk BUMN, bisa dikurangi PMN-nya saja jika tidak ada perbaikan signifikan dalam pengadaan barang dan jasa," sebut Bhima.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menambahkan memang benar adanya dugaan kurang tegasnya penerapan aturan soal penyerapan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Selama ini slogan 'Cinta Produk dalam Negeri' digaungkan namun implementasi aturannya lemah.
"Ini kan nyanyian lama juga cinta produk dalam negeri, namun ini tataran pengawasan dan law enforcementnya kurang di jajaran pemerintah. Padahal kan persentase berapa produk dalam negeri dan impor kan sudah ada," ungkap Trubus.
"Nah kalau masih ada keluhan soal impor berlebihan kan berarti ada yang berlebihan, law enforcement-nya nggak jalan," pungkasnya.[non]