WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kebutuhan telur ayam di Indonesia diproyeksikan akan melonjak drastis seiring pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), dengan angka fantastis mencapai 82,9 juta butir per hari untuk 25 juta penerima manfaat.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan, skala kebutuhan yang begitu besar ini harus diantisipasi sejak dini agar distribusi tetap lancar dan tidak menimbulkan gejolak harga di tingkat peternak maupun konsumen.
Baca Juga:
Produksi Telur Nasional Surplus, Kementan Sebut Peluang Ekspor ke Negara Sahabat
“Karena saya juga ingin mengingatkan kembali kalau sekarang posisi penerima MBG itu posisi 25 juta (orang), kalau akan 82,9 juta (butir telur), bapak ibu kebayang semuanya. Artinya sehari akan keluar 82,9 juta butir ya kalau itu telur,” ujar Arief pada wartawan,, Rabu (24/9/2025).
Kementerian Pertanian (Kementan) dan Bapanas bersama para peternak kini tengah menyusun perencanaan kebutuhan telur dan pangan lainnya untuk dua tahun mendatang agar pasokan tetap terjaga.
Arief menambahkan, kelebihan produksi sekitar 5-10 persen sekalipun akan terserap melalui program MBG yang digadang-gadang sebagai tumpuan pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan strategis.
Baca Juga:
Cangkang Telur Bisa Jadi Pupuk Tanaman, Simak Cara Membuatnya
“Jadi saya lihat setelah ini ada kelebihan 5-10 persen yang akan terserap semua dengan program andalan Asta Cita kita, ini harus disiapkan sama-sama ya, termasuk beras pangan strategis lainnya,” paparnya.
Selain telur ayam, program MBG juga akan menyesuaikan kearifan lokal di tiap daerah, seperti Blitar yang mengandalkan telur ayam sebagai sumber protein, sementara kawasan Indonesia Timur lebih banyak mengandalkan ikan.
“Dan kalau di Perpres 81 sebenarnya berdasarkan kearifan pangan lokal, jadi kalau daerah tertentu memang sumbernya sudah ayam. Jadi kalau di Blitar seharusnya telur ayam. Sementara di Indonesia Timur kita bicara ikan dan lain-lain,” beber Arief.
Ia juga menekankan pentingnya membangun sistem closed loop atau umpan balik dalam rantai pangan, di mana petani dan peternak terhubung langsung dengan Bulog sebagai stand by buyer.
Dengan mekanisme ini, distribusi pangan diharapkan lebih terjamin, peternak tetap mendapatkan harga yang layak, dan konsumen memperoleh harga yang stabil.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]