Selain untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun 2022, tambah Agus, stok pupuk subsidi yang tersedia saat ini juga untuk kebutuhan penyaluran pupuk di tahun 2023.
Terkait dengan serapan pupuk yang tidak sampai 100 persen hingga akhir tahun, Agus mengungkapkan ada beberapa daerah yang memang serapannya rendah, tetapi ada juga yang serapannya tinggi.
Baca Juga:
WG Pelaku Pencabulan Terhadap Pelajar Berhasil Diringkus di Dolok Silau
Namun, Pupuk Indonesia tidak bisa melakukan intervensi dengan melakukan realokasi pupuk dari serapan rendah ke daerah yang serapannya tinggi tanpa ada persetujuan dari pemerintah ataupun kementerian terkait.
"Tetapi ada juga daerah yang kebutuhan pupuknya rendah namun meminta tinggi. Akibatnya, serapannya tidak habis atau tidak mencapai seratus persen. Untuk kasus seperti ini, biasanya ada sanksi yang diberikan," jelas Agus.
Agus juga menjelaskan, pupuk subsidi dari yang tadinya dialokasikan lima jenis yakni, Urea, NPK, Za, SP-36 dan Urea namun saat ini menjadi dua jenis saja, yakni Urea dan NPK.
Baca Juga:
Marlena Pensiunan BUMN Ditemukan Tewas Di perkebunan sawit
"Begitu juga terhadap komoditas tanaman yang dibolehkan menggunakan pupuk subsidi dikurangi dari 70 jenis komoditas menjadi 9 komoditas, yakni padi, jagung, kedelai, tebu, kakao, kopi, cabai merah, bawang dan bawang putih. Dan, itupun luasannya hanya 2 hektare saja per petani per musim tanam," papar Agus. [eta]