WahanaNews.co, Jakarta - Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk bea keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPDP-KS), atau pungutan ekspor (PE), periode November 2024 ditetapkan
sebesar USD 961,97/MT.
Nilai ini naik USD 68,32 atau 7,65 persen dari periode Oktober 2024 yang tercatat sebesar USD 893,64/MT.
Baca Juga:
Produk Mamin Indonesia Raup Potensi Transaksi Rp127,80 Miliar
Penetapan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1532 tahun 2024 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Sementara itu, penetapan BK CPO November 2024 merujuk pada Kolom Angka 7 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024 sebesar USD 124/MT.
Sedangkan, penetapan PE CPO merujuk pada lampiran I PMK Nomor 62 Tahun 2024 sebesar 7,5 persen yaitu sebesar USD 72,1475/MT.
Baca Juga:
Indonesia Siap Jadi Produsen Terbesar Produk Elektronik Dunia
“Saat ini, HR CPO meningkat menjauhi ambang batas USD 680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar USD 124/MT dan PE CPO sebesar 7,5 persen dari HR CPO November 2024 yaitu sebesar USD 72,1475/MT,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim.
Isy menerangkan, sumber penetapan HR CPO diperoleh dari rata-rata harga dalam periode 25 September—24 Oktober 2024 pada bursa CPO Indonesia sebesar USD 904,60/MT, bursa CPO Malaysia sebesar USD 1.019,33/MT, dan pasar lelang CPO Rotterdam sebesar USD 1.153,64/MT.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, jika terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga bursa lebih dari USD 40, maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dua sumber harga yang menjadi median.
Sumber harga terdekat dari
median adalah Bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia. Sesuai dengan perhitungan tersebut, ditetapkan HR CPO sebesar USD 961,97/MT.
“Peningkatan HR CPO ini dipengaruhi peningkatan permintaan terutama dari India dan Tiongkok. Namun, produksi global turun akibat kemarau panjang. Selain itu, peningkatan harga minyak mentah dunia dan tarif Bea Keluar Malaysia yang berlaku sejak 1 Oktober 2024 turut mengerek HR
CPO,” tambah Isy.
[Redaktur: Tumpal Alpredo Gultom]