WahanaNews.co | Pesatnya perkembangan inovasi produk keuangan perlu didukung tingkat literasi keuangan dan pemahaman konsumen yang mumpuni.
Pasalnya, saat ini masih terdapat gap atau kesenjangan yang lebar antara tingkat inklusi keuangan dengan literasi konsumen.
Baca Juga:
Mudahkan Pelanggan Bayar Listrik, PLN Mobile Jalin Kolaborasi dengan MotionPay
Survei Kementerian Perdagangan (kemendag) juga menyebutkan, konsumen Indonesia masih dalam kategori yang mampu atau kurang berdaya, sehingga masih harus ditingkatkan agar menjadi konsumen yang kritis dan berdaya.
Asisten Direktur Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia (BI) Setiyawan Adhi Nurilham menuturkan, adanya gap yang besar antara pemahaman produk atau jasa yang dimiliki oleh konsumen dengan inovasi dan teknologi yang berkembang membuat potensi risiko terjadinya penyalahgunaan atau fraud menjadi semakin besar.
"Adanya gap literasi keuangan ini dapat mengakibatkan konsumen menjadi rentan terhadap praktik-praktik yang tidak adil, fraud atau penipuan. Antara lain diserang malware atau penyusup program yang merusak atau mencuri data, phising dengan cara memancing konsumen memberikan data rahasia melalui social engineering (soceng), skimming atau mengambil data dari pita magnetic kartu menggunakan alat skimming, hingga SIM card swap atau mengambil alih kartu SIM melalui penggantian kartu menggunakan identitas palsu,” ungkap Setiyawan Adhi dalam webinar "Cerdas Bertransaksi dan Investasi Digital", yang digelar belum lama ini.
Baca Juga:
Wamendag Roro Serahkan Penghargaan Perlindungan Konsumen 2024 kepada Para Kepala Daerah
Adhi menuturkan, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pengaduan konsumen kepada Bank Indonesia sifatnya fluktuatif.
Pengaduan konsumen ke Bank Indonesia ini adalah pengaduan konsumen yang telah ditindaklanjuti oleh penyelenggara, namun tidak mencapai kesepakatan.
Jumlah pengaduan konsumen tahun 2021 mencapai 3.101, meningkat 22% dibandingkan 2020 yang sebanyak 2.548.