WahanaNews.co | Masalah pinjaman online alias pinjol masih berlanjut dan lagi-lagi memakan korban. Kali ini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil buka suara.
Di Instgram pribadinya @ridwalkamil, lelaki yang kerap disapa Kang Emil tersebut mengunggah tangkapan layar berisi berita berjudul "Perawat Surabaya Gantung Diri Gegara Diteror Pinjol".
Baca Juga:
Rontoknya Raksasa Fintech, Investree Hadapi Likuidasi Usai Pencabutan Izin OJK
Hal ini ternyata menjadi perhatian Kang Emil. Dalam unggahannya, dia mempertanyakan kenapa banyak orang masih menjadikan pinjol ilegal sebagai solusi?
"Ijin bertanya, karena sedang kontemplasi mencarikan solusi. Kenapa banyak yang suka berhubungan dengan pinjol ketimbang ke perbankan??," tulis Kang Emil, dikutip Selasa (13/9/2022).
Kang Emil juga memberikan data tentang perbankan.
Baca Juga:
OJK: Generasi Z dan Milenial Picu Lonjakan Kredit Macet di Fintech
"Karena tercatat Rp 300 triliun perputaran uang pinjam meminjam via pinjol di masyarakat Indonesia.
Namun ekses negatifnya banyak sekali pada saat peminjam ada masalah.
Apakah karena :
1. Pinjol mudah prosesnya walau mencekik bunganya.
2. Bank konvensional tidak ada layanan digital ala pinjol.
3. Atau apa?
Ditunggu testimoninya. Hatur Nuhun," ungkap dia, bertanya kepada para netizen.
Semenjak diunggah hingga berita ini ditulis setidaknya ada 7.000 orang yang berkomentar dalam unggahan tersebut.
Adapun berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perusahaan financial technology (fintech) atau pinjaman online (pinjol) mencatat kerugian hingga Rp 114,08 miliar pada Juli 2022. Kerugian ini menurun dibanding bulan sebelumnya, yakni Rp 116,75 miliar.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kerugian perusahaan pinjol ini makin membengkak dibandingkan awal-awal tahun, seperti Januari 2022 yang rugi Rp 7,42 miliar, Februari rugi Rp 5,29 miliar, dan Maret rugi Rp 21,68 miliar.
Penyebab kerugian perusahaan pinjol tersebut disebabkan beban operasionalnya tinggi. Adapun beban operasional perusahaan pinjol mencapai Rp 4,69 triliun per Juli 2022. Sementara pendapatan operasionalnya hanya Rp 4,61 triliun.
Beban operasional tersebut, termasuk beban ketenagakerjaan sebesar Rp 1,21 triliun. Jumlah beban ketenagakerjaan ini naik nyaris sembilan kali lipat dibandingkan Januari 2022 yang hanya sebesar Rp 154,47 miliar.
Begitu pula dengan beban pemasaran dan periklanan yang naik berlipat-lipat menjadi Rp 1,46 triliun. Diikuti oleh beban umum dan administrasi Rp 1,04 triliun, beban pengembangan dan pemeliharaan TI Rp 506 miliar, dan beban keuangan Rp 228 miliar.
Sementara beban non operasionalnya pun meningkat jadi Rp 218 miliar disumbang oleh beban bunga atau distribusi bagi hasil, beban administrasi bank, dan selisih kurs. Sementara rasio BOPO alias total beban operasional dan total pendapatan operasionalnya pun mencapai 101,74%. [rin]