Utang pemerintah pusat mencapai Rp8.338 triliun per April 2024. Angka ini jauh lebih tinggi dari posisi per akhir Desember 2014 yang hanya sebesar Rp2.608,78 triliun.
Artinya, selama hampir 10 tahun pemerintahan Jokowi hingga April 2024, jumlah utang melonjak sebesar Rp5.724 triliun.
Baca Juga:
Jelang Pilkada, Anies Baswedan Terbuka untuk Berdiskusi dengan Prabowo Subianto
"Hal ini bisa terjadi karena memang pembesaran utang kita berlangsung dalam waktu cepat, kurang dari 10 tahun, sehingga di tahun terakhir pemerintahan Jokowi, nominal tagihannya terasa sangat besar," jelasnya.
Besarnya tagihan utang di 2025 pasti sangat mengganggu program Prabowo. Pasalnya, dari seluruh anggaran belanja APBN, sekitar 60 persen dipakai untuk biaya rutin dan operasional.
Artinya, hanya 40 persen belanja APBN yang bisa diotak-atik oleh Prabowo untuk mewujudkan janjinya. Itu pun termasuk untuk membayar bunga utang.
Baca Juga:
Menhan Prabowo Subianto Terima Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara Utama di Mabes Polri
"Inilah risiko utang yang besar. Anggaran untuk rakyat akan terpangkas secara perlahan, sehingga membuat kemampuan negara dalam membangun menjadi berkurang," terangnya.
Menurutnya, jika Prabowo ingin tetap program-programnya yang berbiaya besar, seperti makan siang dan susu gratis dijalankan, maka hanya ada tiga pilihan yang bisa dilakukan.
Pertama, harus menekan biaya rutin. Namun, pilihan ini dinilai sangat kecil bisa dilakukan karena mengurangi anggaran rutin akan mengubah banyak kebijakan.