"Jangan sampai laporan seperti ini malah menghancurkan pasar. Padahal, sebagian besar pedagang sudah berjualan sesuai aturan," tambahnya.
Pihak Kementerian Perdagangan RI sendiri belum memberikan tanggapan resmi atas laporan tersebut, namun beberapa sumber internal menyebutkan bahwa pemerintah tengah menyiapkan respons diplomatik melalui KBRI Washington DC dan perwakilan tetap RI di WTO.
Baca Juga:
Kemendag Perkuat Peran Perempuan dan Dorong Manajemen Berbasis Talenta yang Inklusif
Sementara itu, pakar ekonomi digital dari INDEF, Dr. Nailul Huda, menilai bahwa laporan USTR bisa berdampak pada persepsi investor dan hubungan dagang Indonesia di sektor non-migas.
"Masuknya Indonesia dalam daftar prioritas pantauan Special 301 Report bisa mempengaruhi minat investor asing dan kepercayaan mitra dagang. Ini sinyal bahwa sistem penegakan HAKI kita masih lemah," ujar Huda.
Ia menyarankan agar pemerintah memperkuat kerja sama antar-instansi, meningkatkan anggaran penegakan hukum, serta menggandeng sektor swasta untuk mempercepat transformasi perlindungan hak kekayaan intelektual.
Baca Juga:
Arnod Sihite Dorong Pembentukan Satgas PHK Demi Maksimalkan Akselerasi Asta Cita Prabowo
USTR dalam laporannya juga menyebut bahwa Indonesia gagal dalam melindungi undisclosed test data dalam sektor farmasi, serta menyoroti lemahnya enforcement di sektor digital, terutama pada platform e-commerce.
"Indonesia has failed to adequately protect undisclosed test and other data generated to obtain marketing approval for pharmaceutical products. Online piracy and counterfeiting continue to be significant concerns, particularly on popular e-commerce platforms," tulis laporan tersebut.
Tekanan dari USTR ini sejatinya mencerminkan kekhawatiran global atas lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran HAKI di Indonesia.