WahanaNews.co, Jakarta - Memasuki akhir tahun 2023, fundamental perekonomian nasional Indonesia terus mengalami penguatan dengan capaian PDB kuartal II-2023 berada pada angka 5,17%.
Pertumbuhan yang ekspansif tersebut, salah satunya ditopang oleh sektor industri pengolahan yang mampu tumbuh sebesar 4,88% (yoy) dengan kontribusi mencapai 18,25% terhadap PDB.
Baca Juga:
Indonesia Dorong Percepatan Aksesi OECD dan Integrasi Ekonomi ASEAN untuk Pertumbuhan Inklusif dan Berkelanjutan
Di samping berbagai capaian tersebut, Indonesia juga memiliki potensi sumber daya alam tinggi yang dapat dioptimalisasi untuk menjadi Global Key Player industri hilirisasi berbasis komoditas. Tercatat, realisasi PNBP SDA nonmigas tahun 2022 sendiri mencapai Rp120,1 triliun atau tumbuh 127,2% dari penerimaan tahun 2021 yang sebesar Rp52,9 triliun.
“Pemerintah mendorong pemanfaatan teknologi untuk hilirisasi komoditas berbasis mineral dan logam seperti bauksit, timah, tembaga dan nikel. Proyeksi nilai investasi dalam peta jalan hilirisasi Indonesia mencapai USD545.3 miliar,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menyampaikan keynote speech secara virtual dalam acara Indonesia Mining Summit “Integrated Mining and Value Added Investment”, Selasa (10/10).
Salah satu kebijakan yang telah ditempuh Pemerintah terkait hilirisasi yakni larangan ekspor bijih nikel pada tahun 2020. Kebijakan tersebut telah mampu meningkatkan ekspor komoditas hilirisasi nikel hingga mencapai USD14,53 miliar pada tahun 2022. Dengan capaian tersebut, total neraca perdagangan produk hulu, antara, dan hilir komoditas nikel tahun 2022 juga mengalami surplus mencapai USD13,76 miliar.
Baca Juga:
Wamenkeu Suahasil Tekankan Peran Penting APBN sebagai Katalisator Perkembangan Perekonomian
Lebih lanjut, Menko Airlangga juga menerangkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel tersebut juga berhasil menumbuhkan ekosistem industri stainless steel dengan peningkatan potensi nilai tambah dari bijih nikel menjadi feronikel dan billet stainless steel menjadi 14 hingga 19 kali lebih tinggi.
Selain itu, hasil hilirisasi nikel tersebut juga menjadi raw material dalam produksi baterai Electric Vehicle (EV) dengan nilai tambah dalam negeri mencapai 470 hingga 780 kali.
Hingga saat ini, terdapat beberapa investasi seperti konsorsium Indonesia Battery Company bersama Hyundai dan LG dengan total investasi sekitar USD9.8 miliar yang mencakup produksi baterai listrik dari hulu hingga hilir.