WahanaNews.co | Harga minyak acuan AS, WTI melesat ke level tertinggi dalam lebih 1 dekade dalam perdagangan Rabu (2/3/2022), sedangkan patokan global Brent mencapai US$ 113 per barel.
Lonjakan setelah OPEC dan sekutu penghasil minyak, termasuk Rusia, memutuskan mempertahankan produksi tetap stabil meski terjadi krisis di Ukraina.
Baca Juga:
Kabar Baik, Pertamina Temukan Sumber Minyak Baru di Tambun Bekasi
Pasar minyak sudah ketat sebelum invasi Rusia ke Ukraina. Apalagi saat ini sejumlah negara menghindari minyak dari produsen utama Rusia. Hal ini makin memperburuk kekurangan pasokan global.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate, patokan minyak AS, melonjak 8% menjadi US$ 112,51 per barel, level tertinggi sejak Mei 2011. Sedangkan patokan global minyak mentah Brent naik 8,3% menjadi US$ 113,58 per barel, tertinggi sejak Juni 2014.
OPEC dan sekutunya pada Rabu mengatakan akan meningkatkan produksi pada bulan April sebesar 400.000 barel per hari di atas tingkat Maret, meskipun reli minyak mendorong harga jauh di atas US$ 100.
Baca Juga:
Pertamina Gencarkan Strategi Unlock Value Jaga Ketahanan Energi Nasional
“Tidak ada jeda. Ini adalah momen dramatis bagi pasar dan dunia serta pasokan,” kata analis di Again Capital, John Kilduff.
WTI dan Brent melonjak di atas US$ 100 pada Kamis lalu untuk pertama kalinya sejak 2014 setelah Rusia menginvasi Ukraina, karena memicu kekhawatiran pasokan.
Negara-negara anggota Badan Energi Internasional Selasa (1/3/2022) mengumumkan rencana melepaskan 60 juta barel cadangan minyak dalam upaya mengurangi kenaikan harga minyak. Sebagai bagian dari itu, AS akan melepaskan 30 juta barel.
"Kami tidak melihat ini sebagai bantuan yang cukup," tulis Goldman Sachs dalam sebuah catatan kepada klien setelah pengumuman tersebut.
Baik WTI dan Brent telah naik lebih dari 40% tahun ini karena permintaan rebound, sementara pasokan tetap terbatas.
OPEC dan sekutu penghasil minyaknya perlahan-lahan mengembalikan minyak ke pasar setelah pengurangan pasokan hampir 10 juta barel per hari pada April 2020.
Rusia adalah produsen dan pengekspor minyak dan gas utama, terutama ke Eropa. Sejauh ini kompleks energi negara itu belum menjadi sasaran sanksi secara langsung.
Namun, ada efek dari sanksi keuangan yang membuat beberapa pembeli asing enggan membeli produk energi Rusia. [qnt]