WahanaNews.co | Kementerian Keuangan menyebutkan saat ini pemerintah masih terus mempertimbangkan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pertalite dan solar.
Hitung-hitungan pun sedang dilakukan di internal pemerintah.
Baca Juga:
Pjs Wali Kota Bukittinggi Bahas Progres Program RTLH 2024 di Balaikota
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Natan Kacaribu menyebutkan perhitungan dilakukan tidak hanya untuk BBM, tapi subsidi energi lainnya seperti LPG 3Kg dan listrik. Sebab, kenaikan subsidi energi dari awalnya hanya Rp 170 triliun menjadi Rp 502,4 triliun membebani keuangan negara.
"Ini yang kemudian, membuat kita harus hitung. Apa benar Rp502,4 triliun itu adalah kebijakan yang harus kita pertahankan sampai tahun depan," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (18/8).
Menurutnya, perhitungan dilakukan pemerintah dengan sangat hati-hati. Pasalnya, kebijakan BBM mempertaruhkan inflasi dan daya beli masyarakat, yang ujungnya akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Dukung Penguatan Ketahanan Pangan Nasional, Jadi Lumbung Pangan Utama
Memang katanya, keuangan negara bertambah cukup besar dengan adanya windfall atau kenaikan harga komoditas unggulan dalam negeri.
Namun, durian runtuh itu ia nilai tak bisa digunakan hanya untuk menambah subsidi energi demi meredam efek kenaikan harga minyak dunia.
Sebab, pemerintah punya tugas lain yaitu menurunkan defisit anggaran kembali ke bawah 3 persen. Setelah, pada 2020, 2021 dan 2023 diperbolehkan memperlebar defisit hingga 6 persen akibat covid-19.
Namun, pada 2023 defisit harus kembali diturunkan dan APBN dijaga kesehatannya. Penurunan defisit tak bisa langsung dilakukan tapi harus dari saat ini.
"Di sisi lain ada ruang menggunakan windfall untuk mengurangi defisit," jelasnya.
Febrio kembali menekankan masalah subsidi energi dan BBM tak sesederhana yang dipikirkan; tinggal menggunakan penerimaan dari kenaikan harga komoditas untuk menambah subsidi energi. Pasalnya, pemerintah juga masih perlu membantu masyarakat melalui berbagai bantuan sosial.
"Jadi memang dari windfall menjaga daya beli masyarakat dan digunakan untuk mengurangi defisit agar makin stabil. Masyarakat kita buat sehat dan defisit APBN makin sehat," kata dia.
Selain itu, inflasi adalah menjadi pertimbangan utama apalagi saat ini tengah meningkat akibat kenaikan harga pangan.
"Jadi pertimbangannya nggak cuma satu atau dua. Inflasi akan kita lihat dampaknya terhadap daya beli masih bisa kita jaga atau tidak. Di sisi lain, APBN masih kuat atau nggak. Ini pertimbangan-pertimbangan yang mungkin tiba saatnya kita akan putuskan," pungkasnya. [rin]