WahanaNews.co | Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE) menolak rencana pemerintah melarang importir menjual barang dengan nilai kurang dari US$100 atau setara Rp1,5 juta per unit di marketplace.
Alih-alih membatasi harga produk impor, Ketua APLE Sonny Harsono mengusulkan pemerintah meningkatkan besaran komponen biaya impor berupa peningkatan bea masuk dari 7,5 persen menjadi 10 persen ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen dan pajak penghasilan (PPh).
Baca Juga:
Wamenkeu Anggito Dorong Penguatan UMKM di Yogyakarta
Dengan langkah itu, harga barang impor pun tidak terlalu murah dan barang dalam negeri bisa semakin bersaing.
Usulannya lainnya yang diajukan yakni mewajibkan platform pelaku transaksi impor cross-border untuk memfasilitasi ekspor lintas negara, dengan volume yang lebih tinggi.
"Pemberian insentif bagi platform yang sudah menjalankan hal tersebut juga penting. Insentif dapat diberikan melalui dukungan layanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta instansi lain yang terkait," kata Sonny dalam keterangan resmi, Rabu (2/8).
Baca Juga:
Sayuran Daun Kelor RI Diburu Asing, LPEI Ambil Peran
Pemerintah juga diusulkan melakukan screening atau penyaringan terhadap e-commerce lokal yang tidak melakukan transaksi cross-border. Untuk tujuannya, agar setiap barang yang dijual telah dilengkapi bukti importasi. Misalnya, barang-barang elektronik lain dan aksesorisnya (casing serta charger ponsel), kosmetik, obat-obatan maupun suplemen dan vitamin.
Selanjutnya, pemerintah disebut juga perlu melakukan kunjungan ke "kampus-kampus" UMKM yang diprakarsai oleh platform, untuk menjelaskan secara mendalam benefit dari transaksi ekspor cross-border bagi pelaku UMKM di tanah air.
Sonny menilai rencana larangan menjual barang impor di bawah Rp1,5 juta tidak merefleksikan kondisi nyata di lapangan. Misalnya, jika pemerintah menghentikan impor barang-barang seperti aksesoris ponsel dan/atau elektronik yang tidak diproduksi di dalam negeri, justru menimbulkan risiko terjadinya kegiatan impor ilegal.