WAHANANEWS.CO - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperingatkan bahwa pemotongan dana transfer ke daerah (TKD) yang berlanjut dari 2025 ke 2026 berpotensi menekan ruang gerak dunia usaha di berbagai wilayah karena kebijakan tersebut dapat mendorong naiknya pajak daerah yang langsung membebani aktivitas bisnis.
"Ini menjadi isu sentral teman-teman di daerah, karena tahun 2025 yang nanti kebijakan yang akan dilanjutkan di 2026 adalah pemotongan dana transfer ke daerah, dana TKD," ujar Anggota Bidang Kebijakan Publik Apindo Ajib Hamdani dalam konferensi pers di Kantor Pusat Apindo, Jakarta Selatan, Senin (8/12/2025).
Baca Juga:
Banjir Bandang Aceh Hancurkan SP Orangutan Tertua di Dunia
Ia menjelaskan bahwa banyak pemerintah daerah selama ini sangat bergantung pada dana transfer dari pusat sehingga ketika pemangkasan TKD yang disebut mencapai lebih dari Rp290 triliun dilakukan, daerah dinilai terdorong untuk menggenjot penerimaan pajak demi menutup defisit anggaran.
"Yang notabene banyak sekali daerah-daerah ini, mereka mengandalkan dana transfer dari pusat ke daerah, sehingga kemudian ketika ada pemotongan TKD, bahkan mencapai lebih dari Rp290 triliun nanti, itu potensinya akan mendorong daerah untuk lebih mengintensifkan pajaknya, ini yang menjadi potensi problem di kita," ujarnya.
Ajib menambahkan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah memang memberi kewenangan bagi daerah untuk memungut pajak, tetapi pelaku usaha berharap intensifikasi pajak tidak kontraproduktif terhadap geliat UMKM di tengah tekanan fiskal.
Baca Juga:
Harga Bawang hingga Cabai Melonjak di Awal Desember, BPS: Kenaikan Meluas
"Memang secara instrumen ada di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tersebut, tapi yang diharapkan oleh dunia usaha terutama UMKM di daerah adalah jangan sampai intensifikasi pajak karena faktor pengurangan TKD ini, karena sudah otomatis teman-teman daerah pasti mereka kreatif untuk menaikkan pajak-pajak daerahnya, tapi jangan sampai itu kontraproduktif terhadap usaha-usaha yang sedang menggeliat di daerah-daerah," ujarnya.
Selain persoalan di daerah, Apindo juga menyoroti kendala teknis perpajakan di tingkat pusat, khususnya sistem Coretax yang dinilai menghambat aktivitas usaha dan memperburuk kondisi pelaku ekonomi ketika tekanan fiskal meningkat.
"Yang menjadi harapan dunia usaha adalah bagaimana pemerintah ini lebih kreatif jangan hanya mengejar pajak, bagaimana Coretax juga lebih diperbaiki karena Coretax ini sangat-sangat mengganggu sirkulasi keuangan di internal, masalah perpajakan, masalah teknis ini sangat mengganggu," ucapnya.
Menurut Ajib, pemerintah biasanya hanya memiliki dua opsi saat penerimaan pajak tertekan, yakni menambah utang atau memangkas belanja, padahal optimalisasi PNBP dapat menjadi alternatif untuk menjaga stabilitas fiskal tanpa memberikan tekanan tambahan kepada pelaku usaha.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]