Fadil mengatakan pada semester II telah mengalami pemulihan, hanya saja tidak sepenuhnya mengkompensasi suspend yang sebelumnya dilakukan.
Secara keseluruhan minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling banyak diperdagangkan. Namun secara tren pangsa pasar semakin menunjukkan penurunan. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya tren penurunan produksi dan juga penurunan daya saing dengan minyak nabati lainnya.
Baca Juga:
Guru Besar IPB Sindir LSM yang Koar-koar Anti Sawit
Fadhil menjelaskan, pada dasarnya permintaan terhadap minyak sawit memiliki prospek yang masih baik. Di mana pertumbuhan konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan produksi. Hanya saja masalah yang ditemui ialah produksi dalam negeri yang sedang mengalami tren penurunan.
Adanya perang Rusia Ukraina membuat terjadinya kekurangan pasokan minyak nabati dunia. Pasalnya dua negara ini menjadi penghasil utama minyak rapeseed dan bunga matahari. Kondisi ini memberikan peluang kepada minyak sawit untuk mengambil pasar yang kekurangan tersebut.
"Ini kesempatan bagi kita untuk kita mengisi kekurangan tersebut. Tapi persoalannya lagi-lagi apakah kita memiliki kemampuan untuk bisa merespon tersebut, karena kita juga mengalami tren menurun dalam hal produksi," kata Fadhil.
Baca Juga:
12 Orang Terkaya di Bisnis Sawit Indonesia, Siapa Paling Berjaya?
Ia menambahkan pada tahun 2023 produksi dan konsumsi dalam hal ini ekspor minyak sawit akan melemah akibat dari ancaman resesi ekonomi dunia. Oleh sebab itu dibutuhkan kebijakan pemerintah yang kondusif dalam mendorong ekspor sawit.
"Penting bagi pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang lebih kondusif untuk mendorong ekspor di tengah ancaman resesi ekonomi. Terutama yang ingin saya highlight itu adalah kebijakan DMO (Domestic Market Obligation). Apakah kita masih membutuhkan, di tengah harga minyak goreng di dalam negeri cenderung stabil," kata Fadhil.
Kembali ia menegaskan jika dilihat dari ancaman resesi dunia akan berdampak pada pelemahan harga dan ekspor minyak sawit Indonesia. Namun jika dilihat dari potensi kekurangan pasokan minyak nabati, menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasokan tersebut.