"Ini harus diganti orang dong bu. Nggak bisa begini. Kan sudah tahu Presiden marah-marah begitu Bu. Pokoknya besok konter itu harus diisi," ucap Widodo Ekatjahjana yang mengenakan rompi 'Satgas Kepatuhan Pelayanan Keimigrasian'.
Penumpukan wisatawan itu karena dalam pukul 22.00-23.00 dijadwalkan ada 4 penerbangan dari luar negeri yaitu dari Australia, Korsel dan Qatar. Mereka harus antri membayar VoA dengan uang cash Rupiah, uang cash mata uang asing atau gesek menggunakan Electronic Data Capture atau EDC. Akibat gerai bank tidak sebanding wisatawan yang datang, maka antrian tidak bisa terhindarkan.
Baca Juga:
Bayar 1 Juta, Paspor Bisa Dibikin Sehari Jadi!
"Nggak boleh begini. Ayoklah kita punya sense of crisis. Saya sedang perjuangkan pembayaran online. Tapi harusnya jangan sampai seperti ini. Imigrasi jadi sampah kayak gini," tutur Widodo Ekatjahjana.
Setelah itu, Widodo Ekatjahjana menuju loket pengecapan paspor. Widodo Ekatjahjana kaget satu konter yang harusnya berisi 4 unit komputer pemeriksaan, hanya diisi 2 unit komputer. Total ada 16 gerai jalur. Bila ada 4 unit komputer maka ada 64 pemeriksaan sehingga penumpukan penumpang bisa menyusut. Tapi karena hanya ada 32 komputer, maka penumpukan mengular.
"Ini mengapa hanya ada 2 unit?" tanya Widodo Ekatjahjana ke Kakanim Bandara, Sugito.
Baca Juga:
Andap Budhi Revianto Umumkan Silmy Karim Direkur Jenderal Imigrasi Kemenkumham RI
"Izin pak, untuk pengadaan komputer bukan kewenangan Imigrasi. Itu kewenangan Angkasa Pura pak. Kalau kita softwere sudah ready," jawab Sugitu.
Menemui jawaban itu, Widodo Ekatjahjana hanya bisa menggelang. Sebab SDM Imigrasi sudah siap memberikan layanan tapi terkendala infrastruktur bandara yang bukan kewenangan Imigrasi.
"Kalau kita beli sendiri komputernya bagaimana?" tanya Widodo Ekatjahjana.