"Dan sekarang kenapa banyak yang kalang kabut, karena jelas, hukum harus ditegakkan. Jaksa hakim silakan. Siapapun yang melanggar, sikat. Dan ini lagi bersih-bersih istilahnya. Is a clear massage. Pesan yang jelas dan enggak semua orang suka," katanya.
Dalam kesempatan itu, Sara menyinggung opini soal 'Indonesia Gelap' di tengah badai PHK di sejumlah industri baru-baru ini. Ia mengklaim data dari industri manufaktur yang menyebut jumlah penyerapan tenaga kerja jauh lebih besar dari pegawai yang terkena PHK.
Baca Juga:
Profil Helman Sitohang, Bankir Kelas Dunia di Tubuh Danantara
Dalam data tersebut, kata Sara, jumlah pegawai terkena PHK mencapai 48 ribu. Namun, selama 2024, angka penyerapan tenaga kerja mencapai 1 juta.
"Jadi kesannya, bahwa Indonesia gelap. Salah satunya. Bukan saya mencoba tapi, datanya adalah, misalnya untuk tahun ini tapi untuk 2024, data dari industri manufaktur, yang di-PHK sekitar 48 ribu. Tapi jumlah lapangan pekerjaan, tenaga yang diserap tahun 2024 di industri manufaktur lebih dari 1 juta," kata Sara.
Tak hanya itu, Sara juga mengklaim pembentukan Badan Pengelola Investasi, Daya Anagata Nusantara (Danantara) merupakan impian Soemitro Djojohadikusumo.
Baca Juga:
Prabowo Panggil Danantara di Istana, Bahas Investasi Strategis dan Penguatan Tata Kelola
Soemitro merupakan kakek Rahayu, sekaligus ayah dari Presiden Prabowo Subianto. Soemitro dikenal sebagai ekonom generasi awal Presiden Soeharto atau biasa dikenal kelomlok Barkeley.
"Dan terutama juga soal Danantara tadi, itu adalah impian dari Prof Soemitro Djojohadikusumo. Jadi bukan hal baru," kata Sara.
Lewat Danantara, Ia mengklaim Prabowo hanya ingin menunjukkan konsistensinya sejak awal. Rahayu mempersilakan publik untuk menguji konsistensi Prabowo sebelum menjadi Presiden.