WAHANANEWS.CO, Jakarta - Langkah kontroversial Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang membekukan rekening tanpa transaksi selama tiga bulan menuai gelombang kritik dari berbagai kalangan, termasuk dari Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan.
Ia menilai kebijakan itu tidak mencerminkan pemahaman terhadap realitas sosial masyarakat dan justru bisa menghancurkan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional.
Baca Juga:
Polisi Ungkap Sindikat Judi Online di Apartemen Jakbar Retas Situs Pemerintah
Pada Kamis (31/7/2025), Hinca menyampaikan bahwa PPATK terjebak dalam pola pikir yang sempit karena hanya mengandalkan pemantauan semata tanpa menyelami kenyataan bahwa tidak semua rakyat mampu atau perlu melakukan transaksi rutin.
Menurutnya, sikap seperti ini justru merugikan rakyat kecil.
“Ini menunjukkan satu hal, PPATK masih berpikir dari kaca mata pemantauan, bukan dari pemahaman. Seolah-olah rakyat kecil tak boleh pasif, harus kelihatan sibuk, harus aktif transaksi,” ujar Hinca.
Baca Juga:
Mekong Raya Jadi Dalangnya, Polri: Judi Online Ancam Asia Tenggara
Hinca pun menegaskan bahwa jika PPATK serius ingin memberantas kejahatan keuangan seperti judi online, maka mereka seharusnya menarget sindikat besar, bukan menyusahkan masyarakat biasa.
“Kalau mau memberantas judi online, ya kejar sindikatnya, jangan intimidasi masyarakat umum. Jangan balas dendam ke rakyat karena tak mampu menembus yang besar,” ujarnya.
Ia memperingatkan bahwa kebijakan yang tidak bijak ini berisiko menciptakan krisis kepercayaan, karena masyarakat bisa jadi enggan lagi menyimpan uangnya di bank. “Lalu di mana mereka harus menaruh harapan? Di bawah bantal? Jangan sampai niat baik memberantas kejahatan berubah jadi kegaduhan nasional,” tambah Hinca.
Politikus dari Partai Demokrat itu juga memastikan bahwa Komisi III DPR RI akan memanggil PPATK untuk meminta penjelasan komprehensif terkait dasar kebijakan tersebut.
Ia mengingatkan bahwa negara tak boleh gegabah mencurigai rakyatnya, apalagi hanya karena mereka pasif.
“Sebab negara, dalam bentuk apa pun, tak boleh gegabah menaruh curiga ke rakyatnya sendiri, apalagi yang hanya sedang diam, bukan menghilang,” tegasnya.
Kebijakan pemblokiran rekening dorman pertama kali disampaikan oleh PPATK lewat akun Instagram resmi mereka pada Senin (28/7/2025).
PPATK menyatakan bahwa penghentian sementara transaksi pada rekening yang tidak aktif dilakukan untuk melindungi sistem keuangan dari penyalahgunaan seperti pencucian uang dan jual-beli rekening.
PPATK juga menegaskan bahwa dana nasabah yang rekeningnya dibekukan akan tetap aman.
“Untuk melindungi masyarakat dan sistem keuangan, PPATK menghentikan sementara transaksi pada sejumlah rekening dormant, sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2010,” tulis lembaga tersebut dalam pengumumannya.
Namun, tanggapan dari publik dan sejumlah tokoh menunjukkan gelombang penolakan. Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, bahkan menyebut logika kebijakan tersebut sebagai ‘sontoloyo’.
Ia mengibaratkan langkah PPATK seperti menyita semua pisau dapur hanya karena ada yang digunakan untuk membunuh.
“Yang ditunggu rakyat itu tindak lanjut dari temuannya, bukan malah lari dari tanggung jawab terus bikin sulit rakyat kecil dengan kebijakan ngawur,” katanya.
Sementara itu, Menko Polhukam Budi Gunawan menyampaikan bahwa pemerintah mendengar keluhan masyarakat dan akan berkoordinasi dengan PPATK serta lembaga terkait untuk memastikan perlindungan terhadap dana rakyat tetap terjaga.
Presiden Prabowo Subianto sendiri telah memanggil Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, ke Istana pada Rabu (30/7/2025). Meski tak banyak memberikan pernyataan, Ivan mengakui dipanggil Presiden untuk membahas sejumlah hal, yang disebutnya lebih lanjut dapat ditanyakan kepada Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]