Ia pun menyatakan dukungannya terhadap berbagai inisiatif pemerintah yang bertujuan meningkatkan investasi dan membuka lapangan kerja baru.
"Kalau Indonesia bisa jadi bagian dari rantai produksi, itu justru menguntungkan. Salah satu pilihan paling ideal adalah membangun pabrik di Indonesia untuk mengurangi beban transportasi dan mencapai efisiensi," ujarnya.
Baca Juga:
Etihad Buka Penerbangan Medan–Abu Dhabi, MARTABAT Prabowo-Gibran Sebut Kawasan Mebidang Semakin Mendunia
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kamar Dagang dan Industri, Aviliani.
Ia memperingatkan bahwa pemerintah Indonesia tidak boleh hanya fokus pada hubungan bilateral AS-China semata, tetapi juga harus memantau bagaimana negara-negara lain merespons situasi tersebut.
"Perhatikan dampak dari negara lain dalam menyikapi tarif. China, tarifnya tinggi, akan menjadikan Indonesia pasar," kata Aviliani.
Baca Juga:
Jokowi Masuk Daftar 22 Tokoh Dunia Anggota Dewan Penasihat Global Bloomberg New Economy
Dari sisi pemerintah, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menegaskan bahwa kebijakan tarif timbal balik antara AS dan Indonesia juga masih dalam proses penyempurnaan
Ia menyebut tarif impor sebesar 19 persen baru akan mulai diberlakukan pada awal Agustus mendatang.
"Minggu ini masih ada negosiasi, sebelum ada joint statement tarif yang berlaku MFN plus baseline 10 persen," kata Susiwijono.