WahanaNews.co | Studi Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) memaparkan, beredarnya produk-produk palsu berpotensi merugikan perekonomian, dengan nilai lebih dari Rp 291 triliun.
Maraknya peredaran barang palsu dan bajakan, mengikuti tingginya minat dari masyarakat terutama ketika mobilitas dibatasi semasa pandemi dimana belanja online tidak lagi menjadi opsi.
Baca Juga:
Kemenkop UKM Nilai Penggabungan TikTok dan Tokopedia Tak Untungkan UMKM
Kosmetik, farmasi, pakaian, makanan dan minuman, serta suku cadang menjadi kategori produk yang dipasarkan di platform e-commerce dan berpotensi dilanggar hak kekayaan intelektualnya oleh sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab.
Hal tersebut mutlak memberikan kerugian kepada konsumen. Selain rugi materi, mereka juga tidak mendapatkan kualitas terbaik dari barang yang dibelinya. Lebih jauh lagi, konsumen akan kehilangan kepercayaan bahkan jera untuk berbelanja.
Hasil Studi Dampak Pemalsuan terhadap Perekonomian Indonesia Tahun 2020 yang diperbaharui oleh MIAP bekerja sama dengan Institute for Economic Analysis of Law & Policy Universitas Pelita Harapan (IEALP UPH) menemukan software masih menempati urutan tertinggi rentan dipalsukan hingga 84,25%, diikuti oleh kosmetik 50%, produk farmasi 40%, pakaian dan barang dari kulit sebesar masing-masing 38%, makanan dan minuman 20%, serta pelumas dan suku cadang otomotif sebesar 15%.
Baca Juga:
Tips Belanja Cerdas di Era Digital
Data pemalsuan ini menunjukkan seberapa besar kecenderungan permintaan terhadap produk palsu atau ilegal di pasar.
Secara nominal, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh peredaran produk palsu tersebut mencapai lebih dari Rp 291 triliun, dengan kerugian atas pajak sebesar Rp 967 miliar serta lebih dari 2 juta kesempatan kerja.
“Melalui studi ini kami berharap dapat memberikan manfaat dan gambaran bagi para pelaku usaha atau industri secara luas, sekaligus juga dapat menjadi masukan untuk menstimulasi langkah-langkah perbaikan dari semua pemangku kepentingan untuk terus bekerja sama menghadirkan ekosistem yang lebih aman bagi masyarakat,” kata Sekretaris Jenderal Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Yanne Sukmadewi dalam keterangan tertulis, beberapa waktu lalu.