Sebenarnya upaya serupa juga telah dilakukan. Tepatnya pada bulan Juni saat pajak harga melonjak tinggi.
"Pajak ekspornya tinggi sekali di Juni, sudah bagus dan kami melihat perlu lebih cepat lagi. Jadi kita turunkan aja pungutan ekspor ke 0 hingga akhir Agustus," kata Febrio menjelaskan.
Baca Juga:
Tak Tersentuh Reshuffle, 'Orang Terkaya' Rionald Silaban Tetap Jadi Pilihan Prabowo-Sri Mulyani
Dia mengingatkan, kebijakan ini hanya berlaku sampai 31 Agustus 2022. Lalu pada 1 September, tarif pungutan ekspor akan kembali menggunakan skema progresif sebagaimana dalam ketentuan PMK Nomor 115 tahun 2022 tentang tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan.
"Jadi nanti, 1 September langsung naik lagi ke tarif yang progresif lagi," katanya.
Tak Ganggu Penerimaan Negara
Baca Juga:
Menkeu Ajak Sinergi Akademisi, Birokrat, dan Praktisi Wujudkan Ekonomi Islam yang Berkeadilan
Disinggung soal dampaknya terhadap penerimaan negara, Febrio mengatakan pungutan dan pajak ekspor CPO hanya salah satu indikator pendapatan negara. Dia memastikan adanya kebijakan ini tidak akan memengaruhi penerimaan negara.
"Kan penerimaan negara cuma salah satu aspek yang kita lihat, penerimaan negara sih aman. Anda lihat aja penerimaan kita masih tinggi 40 persen (yoy) jadi kita masih aman," katanya.
Dia menambahkan penggunaan pajak hanya sebagai salah satu instrumen fiskal dari penerimaan ini adalah PNBP. Sehingga tidak selamanya harus mengutamakan penerimaan.