Kesempatan kedua diberikan kembali pada tahun 2005. Kala itu, perusahaan mengakui besaran utang kepada pemerintah melalui Akta Kesanggupan Nomor 51.
Pemilik Grup Texmaco menyatakan saat itu, pihaknya bakal kembali membayar utang dan jaminan kepada pemerintah melalui operating company dan holding company sebesar Rp 29 triliun.
Baca Juga:
Bea Cukai Tindak 31.275 Perdagangan Ilegal di 2024, Menkeu: Potensi Kerugian Negara Rp3,9 Triliun
Pun akan membayar tunggakan LC yang waktu itu sudah diterbitkan untuk mendukung perusahaan tekstilnya sebesar 80,57 juta dollar AS. Di sisi lain pemilik juga mengatakan tidak akan mengajukan gugatan kepada pemerintah di akta yang sama.
Sekali lagi, Grup Texmaco tidak memenuhi akta kesanggupan tersebut. Sebaliknya, Marimutu malah menjual aset-aset dari holding company dan mengajukan gugatan.
"Menjual aset-aset yang dimiliki operating companies itu yang tadi memiliki kewajiban untuk membayar Rp 29 triliun. Harusnya membayar Rp 29 triliun, justru operating company-nya menjual aset-aset yang seharusnya dipakai untuk membayar utang," rinci Sri Mulyani.
Baca Juga:
Menkeu: Kemenkeu Dukung dan Berikan Bantuan Maksimal Kepada Seluruh K/L pada KMP
Bantahan versi Marimutu Sinivasan
Disebut Sri Mulyani sebagai pengemplang uang negara, Marimutu Sinivasan, membantah tuduhan tersebut. Dia menyatakan tidak pernah menerima dana BLBI yang digulirkan pemerintah tahun 1997-1998.