WahanaNews.co, Dubai - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan upaya Indonesia dalam mewujudkan transisi energi, terutama dari sisi keuangan.
Indonesia bertekad untuk menginspirasi dunia dengan berkomitmen mendukung penanganan krisis iklim global melalui mekanisme transisi keuangan hijau dan kebijakan lainnya.
Baca Juga:
Sri Mulyani Minta Pemangkasan 50% Anggaran Perjalanan Dinas, Ini Instruksinya
Hal tersebut disampaikan Menkeu dalam rangkaian Conference of the Parties (COP) 28 Uni Emirat Arab (UAE) dalam agenda United Nations (UN) Climate Change High Level Champions and Marrakech Partnership di Dubai, UAE pada Senin, (4/12).
“Indonesia sudah mempunyai komitmen untuk mengurangi CO2 dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Biaya yang kami butuhkan hingga tahun 2030 adalah 281 miliar dolar AS. Jadi ini sangat besar dan sangat mahal. Kalau untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060, biayanya bisa dua kali lipat, lebih dari 500 miliar dolar AS,” kata Menkeu.
Dalam forum tersebut, Menkeu memberikan gambaran melalui kasus nyata yang sedang dilakukan Indonesia, yaitu upaya memensiundinikan 660 megawatt Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
Untuk mengimplementasikan agenda uji coba tersebut, terdapat banyak tantangan, terutama dari segi pembiayaan. Menkeu menilai peranan blended finance menjadi sangat penting untuk mendukung terwujudnya transisi energi.
“Di Indonesia, kita punya (proyek pembangkit listrik) 35 ribu megawatt, 60 persen berbasis batu bara. Peran blended finance, dalam hal ini filantropi, swasta, Multilateral Development Bank, termasuk dengan uang negara dan BUMN menjadi sangat penting untuk dapat mewujudkan komitmen ini,” ujar Menkeu.
Di sisi lain, sebagai menteri keuangan, berbagai regulasi untuk mendukung agenda perubahan iklim dari sisi keuangan dan kebijakan fiskal telah dirumuskan, seperti melalui budget tagging dan penerbitan Green Sukuk.