WahanaNews.co | Keputusan JP Morgan Chase mengakuisisi sebuah startup fintech bernama Frank berakhir masalah.
Usai mengakuisisi Frank dengan tebusan US$ 175 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun (dalam kurs Rp 15.250), JP Morgan yang notabene merupakan lembaga keuangan top itu mengaku tertipu.
Baca Juga:
Riset ADB Berikan 3 Aspek untuk Tingkatkan Pengembangan Start Up di Indonesia
Frank, merupakan startup layanan pinjaman pendidikan khusus untuk pelajar di Amerika Serikat. Startup ini dibesut Charlie Javice.
Dilansir dari Forbes, JP Morgan secara resmi telah menuntut Charlie Javice dan Oliver Amar, petinggi Frank lainnya dengan tuduhan pemalsuan data.
Gugatan diajukan akhir tahun lalu di Pengadilan Distrik AS di Delaware. Diduga Javice dan Amar meminta direktur teknik Frank untuk membuat detail pelanggan palsu setelah JP Morgan meminta detail pengguna sebagai bagian dari pembicaraan pengambilalihan.
Baca Juga:
PIDI 4.0 Kemenperin Gandeng Korea Selatan untuk Perkuat Startup
Setelah direktur tekniknya menolak, Javice kemudian diduga telah membayar US$ 18.000 atau sekitar Rp 274,5 juta kepada seorang profesor ilmu data untuk membuat jutaan akun palsu menggunakan data sintetis.
Lantas, siapa sebenarnya Charlie Javice yang diduga berhasil menipu lembaga kenamaan sekelas JP Morgan?
Melansir detikcom, Javice sendiri namanya sudah cukup dikenal sebagai tokoh startup yang beken di AS. Semua berkat Javice membesut Frank sejak usia belia.