Masyarakat kelas menengah termasuk di antara masyarakat yang terdampak bangkrutnya Sri Lanka, yang diperkirakan mencapai 15 hingga 20 persen dari populasi perkotaan negara itu.
Adapun tingkat inflasi untuk makanan di Sri Lanka yang mencapai 57 persen.
Baca Juga:
Dipengaruhi Global Bond dan Penarikan Pinjaman Luar Negeri, BI Sebut Cadangan Devisa Naik
Bantuan penanganan krisis di Sri Lanka telah datang dari India, melalui jalur kredit senilai USD 4 miliar atau setara Rp. 59,2 triliun.
Namun Wickremesinghe melihat bantuan dari India tidak akan membuat Sri Lanka bertahan dalam waktu yang lama.
Selain dari India, Sri Lanka bantuan lainnya juga datang dari Bank Dunia sebesar USD 300 juta hingga USD 600 juta (Rp. 8,8 triliun) untuk membeli obat-obatan dan barang-barang penting lainnya.
Sri Lanka sebelumnya mengumumkan bahwa mereka menangguhkan pembayaran utang luar negeri sebesar USD 7 miliar yang jatuh tempo tahun ini, sambil menunggu hasil negosiasi dengan Dana Moneter Internasional mengenai paket penyelamatan ekonomi.
Baca Juga:
PLN Katakan Produksi Hidrogen Hijau Jadi Bahan Bakar Alternatif di Masa Depan
Diketahui, Sri Lanka memiliki utang rata-rata USD 5 miliar atau Rp. 74,1 triliun per tahun hingga 2026.
PM Wickremesinghe mengatakan bantuan IMF tampaknya menjadi satu-satunya pilihan negara itu sekarang.
Pejabat dari badan tersebut kini sedang mengunjungi Sri Lanka untuk membahas gagasan tersebut. Kesepakatan tingkat staf kemungkinan akan dicapai pada akhir Juli 2022.