WahanaNews.co | Berbagai negara dunia saat ini tengah menghadapi krisis ekonomi akibat tekanan inflasi, hingga harus menumpuk utang. Beberapa negara seperti Sri Lanka bahkan berstatus bangkrut atau mengalami krisis ekonomi lantaran kehabisan devisa.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, jumlah cadangan devisa memang jadi salah satu indikator utama ketahanan ekonomi suatu negara.
Baca Juga:
Dipengaruhi Global Bond dan Penarikan Pinjaman Luar Negeri, BI Sebut Cadangan Devisa Naik
Menurut perhitungannya, Indonesia masih memiliki cadangan devisa lebih besar ketimbang beberapa negara tetangga, seperti Malaysia dan Filipina.
"Cadangan devisa masih berada di level yang gemuk yakni USD 135,6 miliar (April 2022). Dibanding negara berkembang di kawasan seperti Malaysia USD 115,5 miliar, Filipina USD 107,3 miliar. Posisi Indonesia jauh lebih siap hadapi tekanan global," ujarnya, Jumat (24/6/2022).
Namun, Bhima tetap memberi beberapa catatan yang patut diwaspadai. Dia coba melirik indikator inflasi per Mei 2022 yang berada di level 3,55 persen secara tahunan (YoY), dan masih berada di sasaran pemerintah.
Baca Juga:
PLN Katakan Produksi Hidrogen Hijau Jadi Bahan Bakar Alternatif di Masa Depan
"Tapi perlu dicermati, inflasi harga produsen telah mencapai level 9 persen yang berarti produsen masih menahan kenaikan harga dan menunggu momentum. Inflasi yang rendah juga disumbang oleh ditahannya penyesuaian harga BBM jenis subsidi," bebernya.
Berikutnya, sebanyak 88 persen komposisi utang Rp 7.040 triliun berasal dari surat utang atau surat berharga negara (SBN). Sementara imbas kenaikan suku bunga di negara maju membuat imbal hasil SBN meningkat sebesar 110,8 bps sejak awal 2022.
"Risiko beban pembayaran bunga utang diperkirakan akan meningkat jika pemerintah agresif menerbitkan SBN untuk menutup defisit anggaran," kata Bhima.
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengungkapkan bahwa ekonomi negaranya telah bangkrut.