Bagian lain laporan menyebut kontaminasi mikroplastik pada sampel yang diuji kemungkinan bersumber dari kemasan plastik dan atau saat proses pengisian air minum di pabrik pengolahan.
Dalam bagian akhir, laporan mempertimbangkan fakta belum ada penelitian yang konklusif terkait dampak kontaminasi mikroplastik pada manusia dan fenomena masifnya konsumsi air minum kemasan di seluruh dunia.
Baca Juga:
Kasus Sayur Basi Ditemukan BPOM untuk Program MBG
Karena itu, riset merekomendasikan pengurangan produksi dan konsumsi air minum kemasan botol plastik, utamanya untuk mereka yang tinggal di wilayah dimana masih tersedia air keran yang bersih dan sehat.
Banyak yang mengamini rekomendasi itu. Salah satunya adalah peneliti di Pusat Riset dan Kajian Obat dan Makanan Badan POM.
Dalam Kajian Risiko mikroplastik pada air kemasan pada akhir Desember 2020, peneliti lembaga menyarankan tindakan pengendalian berupa pengurangan penggunaan plastik, pemetaan cemaran mikroplastik pada sampel air baku, air minum dan air yang digunakan untuk produksi obat dan makanan, dan identifikasi titik-titik kritis kemungkinan terjadinya kontaminasi pada proses pengolahan air minum kemasan.
Baca Juga:
BBPOM Bongkar Kasus Obat Setelan Tanpa Resep Dokter di Cilegon
WHO sendiri, pada 2019, dalam sebuah laporan komprehensif bertajuk Microplastic in Drinking-water, menjawab pertanyaan dan kecemasan global ihwal kemungkinan dampak mikroplastik dalam air minum pada kesehatan manusia.
Setebal 124 halaman, laporan menggambarkan mikroplastik sebagai ubiquitous, ada di mana-mana, di semua lingkungan, dari perairan laut hingga makanan, dari udara hingga air minum, baik dalam botol maupun dari air keran. Hanya saja, kata lembaga itu, belum ada penelitian yang konklusif ihwal efek pada kesehatan manusia. [qnt]