WahanaNews.co, Jakarta - Belum lama ini, sebuah postingan viral di media sosial mengklaim bahwa seseorang berhasil mencairkan pinjaman online (pinjol) dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang ditemukan melalui mesin pencari Google.
Postingan tersebut awalnya dibagikan oleh seorang pengguna Facebook dan kemudian menyebar ke grup 'LOKER KHUSUS SLAWI LEBAKSIU BALAPUNG'.
Baca Juga:
OJK Kalteng Bentuk TPAKD di 14 Kabupaten/Kota Dukung Inklusi Keuangan
Tangkapan layar dari postingan ini juga tersebar melalui platform lain seperti X (dulunya Twitter) dan telah menciptakan kehebohan di internet.
Banyak pengguna internet yang merasa cemas bahwa data pribadi mereka bisa disalahgunakan dengan mudah oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengajukan pinjaman ilegal melalui pinjol.
Merespons peristiwa ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa mereka terus mengawasi perkembangan situasi ini.
Baca Juga:
Kerugian Tembus Rp 1,7 Triliun, OJK Blokir 35 Ribu Rekening Terkait Penipuan
Jika terdapat bukti pelanggaran dari penyelenggara pinjol, yang dikenal juga sebagai peer-to-peer (P2P) lending, maka OJK akan mengambil tindakan yang sesuai.
"Kami mendorong masyarakat untuk meningkatkan awareness atas pentingnya data pribadi, di antaranya berupa data KTP untuk menghindari kemudahan penyalahgunaan data dari pihak yang tidak berwenang," kata Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, dalam Konferensi Pers RDKB, pekan ini.
Dia menjelaskan bahwa OJK telah mengatur agar penyelenggara pinjaman P2P (peer-to-peer lending) melakukan verifikasi terhadap keaslian identitas yang diajukan oleh calon peminjam.
Aturan ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 10 Tahun 2022.
Saat ini, penyelenggara pinjaman P2P telah menerapkan pendekatan Know Your Customer (KYC) yang moderat dengan memanfaatkan teknologi.
Salah satu teknik yang digunakan adalah verifikasi liveness, yaitu dengan meminta pengguna untuk mengirimkan foto diri (selfie) sebagai bukti bahwa foto tersebut cocok dengan informasi identitas yang tertera.
"OJK terus mendorong Penyelenggara untuk meningkatkan kualitas KYC dan sistem elektronik yang andal untuk dapat memitigasi adanya praktik social engineering seperti ini dan sistem," katanya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]