Tidak hanya menyabet gelar rekor sebagai perusahaan dengan raihan dana IPO terbesar sepanjang sejarah, Bukalapak juga tercatat menjadi unicorn pertama yang melantai di Bursa Efek Indonesia.
Dalam memulai perjalanan menjadi perusahaan publik yang sahamnya ditransaksikan di bursa, kala awal perdagangan kala listing perdana, harga saham BUKA langsung melesat 24,71% di level Rp1.060/saham dari harga IPO Rp 850/saham. Kenaikan itu membawa BUKA menyentuh batas atas (Auto Reject Atas/ARA).
Baca Juga:
Fenomena E-commerce: Nilai Transaksi Fantastis, tapi Ribuan Kasus Penipuan Mengintai
Kapitalisasi pasarnya pun langsung melompat hingga menembus Rp109 triliun. Hal itu menempatkan BUKA dalam kategori Big Caps alias saham berkapitalisasi jumbo di bursa dengan nilai kapitalisasi pasar di atas Rp100 triliun.
Berselang keesokan harinya, saham Bukalapak (BUKA) bergerak melambat, hanya mampu ditutup dengan kenaikan 4,72% di harga Rp1.110/saham. Namun, kenaikan itu membawa harga BUKA menyentuh rekor harga tertinggi (All Time High/ATH) sepanjang perdagangan sahamnya di Bursa Efek Indonesia sejak mulai melantai pada 9 Agustus 2021.
Setelah dua hari listing, saham BUKA berbalik tergerus dan memasuki tren bearish dengan membentuk Lower Low Lower High hingga menyentuh All Time Low-nya dalam jangka panjang, mencapai titik terendah di posisi Rp109/saham, pada 5 Agustus 2024.
Baca Juga:
Berikut Sejumlah Tips untuk Meningkatkan Skala Bisnis Perusahaan Anda
Sampai hari ini, 8 Januari 2025, saham Bukalapak sudah anjlok hingga 86,24% semenjak IPO. Harga yang rontok itu menggerus nilai kapitalisasi pasar BUKA, hingga tersisa tinggal Rp12,06 triliun.
“Keputusan Bukalapak hanya menjual produk virtual bukanlah strategi, melainkan sinyal permintaan bantuan,” kata Muhammad Farras Farhan, Analis dari Samuel Sekuritas di Jakarta, seperti yang diwartakan Bloomberg New.