Menurut Whisnu, kegiatan tersebut masuk kategori risiko tinggi, yaitu kegiatan perdagangan aplikasi robot "trading" melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh penjual langsung yang bekerja atas dasar komisi dan/atau bonus.
Dalam perkara ini, penyidik memperkirakan jumlah anggota (member, red.) ada 3.000 yang tersebar di wilayah Jakarta, Bali, Surabaya, Malang, Aceh, dan lain-lain.
Baca Juga:
Tahun 2022, Banyak yang Terjebak di Robot Trading
Penjualan sistem dalam aplikasi robot "trading" itu menawarkan tiga paket seharga 150 dolar AS, 300 dolar AS, dan 500 dolar AS Para "member" yang akan join diharuskan ikut menggunakan referral link yang telah disediakan.
Dalam kasus robot "trading" ini, para korban dijanjikan keuntungan berjenjang hingga 10 persen dari uang yang disetorkan awal.
Bagi "member" yang paling bawah, hanya akan mendapat keuntungan dua persen.
Baca Juga:
Satu Tersangka Net89 Meninggal, Polri: Penyidikan Jalan Terus
“Kami telah ungkap ada enam tersangka. Dua tersangka kami tahan, dua dilakukan penanganan di luar. Dua tersangka masih dicari, DPO. Mudah-mudahan dalam minggu ini tertangkap,” kata Whisnu.
Selain itu, operasional dari aplikasi robot "trading" itu tak mengantongi izin dari Bank Indonesia serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga bisnis menghimpun dana dari masyarakat itu dilakukan secara ilegal.
Dalam kasus ini, para tersangka dipersangkakan Pasal 105 dan atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 dan atau Pasal 6 Jo Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.