WahanaNews.co | Pada Desember lalu pemerintah Indonesia telah memutuskan menaikkan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) non-subsidi. Hal ini dirasa semakin berat karena adanya kenaikan tarif PPN 11% yang berlaku pada 1 April 2022.
Selain itu pemerintah juga menetapkan kenaikan harga pertamax per 1 April 2022 menjadi Rp 12.500 – Rp 13.000 per liternya. Kenaikan ini dari harga pertamax yang sebelumnya berkisar di harga Rp 9.000 – Rp 9.400 per liternya.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Regional JBB Awasi Takaran Isi Tabung LPG 3 kg
Kebijakan ini tentu akan membuat terjadinya disparitas harga antara LPG non-subsidi 5 kg dan 12 kg dengan LPG bersubsidi 3 kg yang akan mendorong konsumen memilih berganti ke komoditas bersubsidi yang lebih murah.
Hal ini membuat subsidi rawan membengkak sehingga pengeluaran pemerintah terkait subsidi bisa lebih besar.
Terkait kenaikan pada harga-harga energi, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa sebaiknya pemerintah menaikkan subsidi energi, namun perlu pertimbangan bagaimana cara pemerintah untuk menaikkan subsidi tersebut.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Temukan LPG Oplosan di Jabodetabek-Bali, Dijual Harga Murah
“Ya kalau maunya masyarakat tentu dinaikkan subsidinya. Saya pun setuju, tetapi duit pemerintah untuk menaikkan subsidi itu kira-kira darimana. Karena kan subsidi energi itu sangat tinggi, untuk LPG 3 kg saja sudah Rp 76 triliun,” ujar Tulus, dikutip Selasa (19/4).
Tulus khawatir apabila pemerintah menaikkan subsidi energi dengan cara utang tentu akan membuat masalah yang lebih serius lagi.
“Nah, saya khawatir kalau menambah subsidi tapi uangnya dari utang ya sami mawon,” katanya.
Dirinya mengatakan, untuk subsidi energi khususnya untuk LPG 3 kg, sebenarnya pemerintah bisa tidak menaikkan harga LPG jika mampu menjadikan LPG 3 kg sebagai barang yang distribusinya tertutup.
“Bukan yang seperti sekarang, karena dengan terbuka ini akhirnya kan banyak penyimpangan-penyimpangan terutama orang yang mampu malah menggunakan LPG 3 kg, hingga akhirnya subsidi pemerintah melambung sangat tinggi untuk LPG 3 kg,” jelasnya.
Sehingga Tulus berharap distribusi dan penjualan LPG 3 kg dilakukan secara tertutup seperti pada awalnya yaitu dengan kartu kendali atau subsidi secara tunai seperti minyak goreng.
“Tertutup itu dalam arti hanya orang-orang tertentu yang miskin, karena kan LPG 3 kg itu subsidi kan. Yang namanya subsidi itu untuk orang tidak mampu, bukan semua orang boleh pakai. Kesalahan pemerintah selama ini adalah menjadikan LPG 3 kg itu semua orang boleh dan bisa pakai. Ini yang salah kaprah,” pungkasnya. [qnt]