WAHANANEWS.CO, Jakarta - Setiap akhir kuartal pertama, komunitas intelijen Amerika Serikat rutin merilis dokumen strategis bertajuk Annual Threat Assessment, yang berisi peta potensi ancaman terhadap keamanan nasional mereka.
Laporan ini merupakan hasil kolaborasi 18 badan intelijen AS, bukan hanya CIA, tetapi juga termasuk lembaga-lembaga penting lain seperti NSA, FBI, hingga DIA.
Baca Juga:
10 Negara Paling Dibenci di Dunia: China, AS, dan Rusia di Urutan Teratas
Laporan tersebut secara umum membagi ancaman ke dalam dua kategori utama: ancaman non-negara seperti jaringan narkotika dan organisasi transnasional, serta ancaman dari negara-negara asing yang dinilai memusuhi kepentingan strategis Washington.
Empat negara selalu menjadi sorotan utama dalam laporan ini—China, Rusia, Iran, dan Korea Utara—yang sering disingkat para analis menjadi “CRINK”.
Di antara keempatnya, China mendapat perhatian paling serius. Laporan itu menggarisbawahi ambisi besar Beijing untuk menjadi kekuatan global dominan pada 2049, tahun yang disebut sebagai momen "kebangkitan kembali kejayaan Tiongkok".
Baca Juga:
Tak Gentar Lawan Trump, Ini Alasan China Percaya Diri Hadapi AS
Amerika menilai strategi China sangat berbahaya karena bersifat jangka panjang, penuh perhitungan, dan sabar.
Beijing dinilai sedang “membeli waktu” untuk memperkuat posisinya sebelum mengambil langkah-langkah konfrontatif yang lebih terbuka.
Model diplomasi dan strategi China yang penuh kesabaran ini—berlawanan dengan pola Amerika yang cenderung agresif dan reaktif—membuat AS kesulitan menakar langkah musuhnya.
Laporan itu bahkan mengutip kembali ucapan Mao Zedong kepada Henry Kissinger: “Kami tidak punya masalah dengan Taiwan. Kami bisa menyusun rencana 100 tahun untuk merebutnya kembali.”
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.