Belum lagi ketegangan yang meningkat dengan Barat. Turki yang negara NATO, seolah merapat ke "musuh Amerika Serikat (AS)", Rusia.
Sejumlah negara dan kelompok domestik mengkritik pemerintah Erdogan karena menerapkan kebijakan yang semakin otokratis. Seperti tindakan berat terhadap pengunjuk rasa, penutupan paksa media independen dan perluasan dramatis kekuasaan presiden.
Baca Juga:
Indonesia dan Turki Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Ekspor Komoditas Pertanian
"Kami sangat yakin bahwa kami akan terus melayani bangsa kami selama lima tahun ke depan," kata Erdogan optimis kepada kerumunan pendukungnya.
Sementara itu Kilicdaroglu, yang mewakili koalisi enam partai oposisi yang berbeda, semuanya berusaha untuk menggeser Erdogan. Ia berjanji untuk memenangkan pemilu pada putaran kedua pemungutan suara.
"Terlepas dari semua fitnah dan hinaannya, Erdogan tidak bisa mendapatkan hasil yang dia harapkan. Pemilihan tidak bisa dimenangkannya," tegas sosok dari kelompok minorias Turki, Alevi itu.
Baca Juga:
Trump Tegaskan Warga Palestina yang Pergi dari Gaza Tak Bisa Kembali
Meski Erdogan menang dalam putaran pertama, posisinya tetap kritis. New York Times menulis, ia masih bisa kalah.
Mengutip laman yang sama, jajak pendapat terbaru menunjukkan dia di bawah penantang utama, Kilicdaroglu. Belum lagi masalah ekonomi yang terus menerus membuat warga Turki merasa lebih miskin.
"Pemilu tidak adil, meskipun bebas. Dan, itulah mengapa selalu ada prospek perubahan politik di Turki," kata direktur kelompok penelitian EDAM yang berbasis di Istanbul, Sinan Ulgen," katanya.