"Tanggung jawab akan berada di tangan platform media sosial untuk menunjukkan bahwa mereka mengambil langkah-langkah yang wajar untuk mencegah akses," kata Albanese.
"Tanggung jawab tidak akan berada di tangan orang tua atau kaum muda." tambahnya.
Baca Juga:
Program CSR Akar Basah PEP Tarakan Field Dapat Perhatian APOGCE 2024
Untuk tanggapan pihak medsos-medsos tersebut, TikTok menolak berkomentar, sementara Meta, Alphabet, dan X belum memberikan tanggapan resmi.
Kelompok Industri Digital (DIGI) yang mewakili Meta, TikTok, X, dan Google, menilai kebijakan ini dapat mendorong anak-anak mencari platform online yang lebih tidak teratur dan tidak aman.
Direktur Pelaksana DIGI Sunita Bose berargumen bahwa langkah ini dinilai tidak tepat dan telah ketinggalan zaman, dimana langkah tersebut kurang tepat untuk mengatasi tantangan di abad ke-21.
Baca Juga:
Pemprov Jateng Tawarkan Investasi ke Australia, Dukung Pengembangan Kawasan Industri di Wilayahnya
"Menjaga keamanan kaum muda saat daring merupakan prioritas utama ... tetapi larangan yang diusulkan bagi remaja untuk mengakses platform digital merupakan respons abad ke-20 terhadap tantangan abad ke-21," kata Bose.
Bose justru menyarankan agar kebijakan ini lebih seimbang daripada sekadar menerapkan larangan. Menurutnya, langkah yang lebih efektif adalah dengan menciptakan ruang digital yang sesuai untuk setiap usia, meningkatkan literasi digital, serta melindungi generasi muda dari dampak negatif di dunia maya.
Menteri Komunikasi Michelle Rowland menekankan kebijakan ini adalah langkah perintis di dunia. Platform seperti Instagram dan Facebook milik Meta, TikTok dari ByteDance, serta X milik Elon Musk, dipastikan akan terdampak oleh peraturan ini.