WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketegangan diplomatik mencuat di antara dua sekutu dekat, Amerika Serikat dan Israel, usai serangan udara Israel di Suriah dan insiden penembakan terhadap gereja Katolik di Gaza.
Presiden AS Donald Trump dikabarkan langsung menelepon Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk meminta penjelasan terkait tindakan militer tersebut.
Baca Juga:
Prabowo Terima Telepon dari Presiden AS Donald Trump, Bahas Kerja Sama dan Perdamaian Global
Menurut pernyataan resmi dari Gedung Putih pada Senin (21/7/2025) malam waktu setempat, Trump merasa "terkejut" atas operasi militer Israel di wilayah Suriah, khususnya di ibu kota Damaskus dan kota Sweida.
Israel berdalih serangan itu dilakukan demi melindungi komunitas suku Druze yang sedang bertikai dengan kelompok Arab Badui.
"Presiden terkejut oleh pemboman di Suriah, begitu pula oleh serangan terhadap sebuah gereja Katolik di Gaza," ujar Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, dalam konferensi pers.
Baca Juga:
Claudia Sheinbaum Disudutkan AS, Ini Respons Pedas Sang Presiden Meksiko
"Dalam kedua kasus tersebut, presiden segera menghubungi perdana menteri untuk mencari penyelesaian," lanjut Leavitt.
Serangan itu terjadi hanya beberapa hari setelah Netanyahu berkunjung ke Gedung Putih dalam lawatan ketiganya sepanjang tahun ini.
Meski hubungan Trump dan Netanyahu sebelumnya dikenal dekat, belakangan hubungan keduanya dikabarkan sempat merenggang akibat sikap Netanyahu yang dianggap tidak kooperatif terhadap tekanan AS terkait agresi brutal Israel ke Jalur Gaza.
Meski begitu, Leavitt menepis kabar keretakan hubungan antara Trump dan Netanyahu.
"Presiden memiliki hubungan kerja yang baik dengan Perdana Menteri Bibi Netanyahu, dan mereka tetap menjalin komunikasi secara rutin," ujarnya.
Terkait serangan ke Suriah, Leavitt juga menyebut bahwa telah terjadi deeskalasi setelah Israel dan Suriah sepakat melakukan gencatan senjata pada Jumat pekan lalu. Gencatan itu disebut dimediasi langsung oleh pihak Amerika Serikat.
Di sisi lain, Trump juga diketahui memperkuat pendekatannya dengan pemimpin baru Suriah, Ahmad al-Sharaa.
Presiden berhaluan Islamis itu sebelumnya dikenal sebagai tokoh militan yang pernah memimpin kelompok bersenjata besar berafiliasi dengan Al Qaeda, hingga akhirnya berhasil menggulingkan pemerintahan Suriah pada Desember lalu.
Pertemuan antara Trump dan Sharaa terjadi pada bulan Mei di Arab Saudi.
Dalam kesempatan itu, Trump bahkan sempat memuji kepemimpinan Sharaa, sekaligus mengumumkan pencabutan sejumlah sanksi lama AS terhadap Damaskus serta mencoret nama Sharaa dari daftar buronan.